Kembali
image
Keislaman

Tetap Bersujud Walau Keinginan Belum Terwujud

dalam 24 menit ● Dibaca 64x

Manusia memang diciptakan dengan segudang keinginan, yang seolah tiada habisnya. Meskipun satu keinginan sudah terwujud, akan selalu ada keinginan lain yang muncul. Begitulah sifat dasar manusia, selalu ingin lebih ketika mendapatkan sesuatu. Namun, jangan lupa ketika keinginan kita belum terwujud, tetaplah kita bersujud, menengadahkan tangan dan memohon kepada Allah SWT sebagai satu-satunya sumber pertolongan.

Hakikat Sujud: Puncak Kepatuhan Seorang Hamba

Sujud adalah puncak ketundukan seorang hamba kepada Rabb-nya. Dalam gerakan sederhana ini, terkandung pengakuan mutlak bahwa hanya Allah-lah Yang Maha Tinggi, sementara kita adalah makhluk yang lemah dan penuh kebutuhan. Posisi kepala yang lebih rendah dari jantung secara fisik melambangkan perendahan ego dan penyerahan diri secara total. Inilah momen di mana kita melepaskan segala keangkuhan dan mengakui bahwa segala kekuatan hanya milik Allah semata.

Sujud menjadi momen komunikasi paling intim antara hamba dengan Sang Pencipta. Rasulullah SAW menegaskan bahwa ini adalah posisi terdekat seorang hamba dengan Tuhannya, sehingga kita dianjurkan untuk memperbanyak doa di dalamnya. Kedekatan ini bukanlah sekadar jarak fisik, melainkan kedekatan spiritual yang menghadirkan ketenangan dan keyakinan bahwa setiap rintihan hati didengar oleh-Nya. Hadis riwayat Muslim memperkuat hal ini:

أَقْرَبُ مَا يَكُونُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ فَأَكْثِرُوا الدُّعَاءَ

“Keadaan seorang hamba paling dekat dengan Rabbnya adalah ketika ia sedang bersujud, maka perbanyaklah berdoa saat itu.” (HR. Muslim)

Ibadah sujud sejatinya tidak terikat pada pemenuhan permintaan semata. Sujud adalah bentuk syukur atas nikmat yang tak terhitung, sekaligus wujud kepasrahan atas takdir yang belum tersingkap. Ketika kita bersujud bahkan saat keinginan belum terwujud, kita menunjukkan bahwa ibadah kita murni karena cinta dan ketaatan kepada Allah, bukan sekadar transaksi untuk mendapatkan imbalan duniawi. Inilah esensi dari keikhlasan yang sejati, yaitu tetap beribadah dalam keadaan lapang maupun sempit.

Mengelola Keinginan dalam Bingkai Keimanan

Keinginan adalah fitrah yang Allah tanamkan dalam diri setiap manusia. Hasrat untuk memiliki kehidupan yang lebih baik, keluarga yang harmonis, atau rezeki yang lapang adalah hal yang wajar dan tidak dilarang. Namun, Islam mengajarkan kita untuk membingkai setiap keinginan tersebut dengan bingkai keimanan dan tawakal, menyerahkan hasil akhirnya kepada Allah yang Maha Mengetahui apa yang terbaik untuk hamba-Nya.

Allah SWT seringkali menunda atau bahkan tidak mengabulkan doa sesuai dengan apa yang kita minta karena Dia memiliki rencana yang jauh lebih indah. Boleh jadi, apa yang kita anggap baik sesungguhnya membawa keburukan, dan apa yang kita benci justru menyimpan kebaikan yang luar biasa. Keyakinan ini akan menenangkan hati yang gelisah dan melapangkan dada yang sesak karena penantian. Sebagaimana firman-Nya dalam Al-Qur'an:

وَعَسَىٰ أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ ۖ وَعَسَىٰ أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

“...Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 216)

Proses menunggu terkabulnya doa adalah madrasah kesabaran yang sangat berharga. Dalam penantian itu, kita diajarkan untuk terus berprasangka baik (husnuzan) kepada Allah, memperbaiki diri, dan meningkatkan kualitas ibadah. Setiap sujud yang kita lakukan dalam masa penantian ini menjadi bukti bahwa iman kita tidak goyah oleh keadaan, dan justru semakin kokoh karena keyakinan bahwa Allah tidak akan pernah menyia-nyiakan doa hamba-Nya.

Al-Qur'an sebagai Penunjuk Jalan Saat Hati Gelisah

Al-Qur'an diturunkan sebagai syifa (penyembuh) dan petunjuk bagi seluruh umat manusia. Saat hati dirundung gelisah karena keinginan yang belum tercapai, membacanya akan memberikan ketenangan yang luar biasa. Ayat-ayatnya seolah berbicara langsung kepada kita, mengingatkan bahwa setiap kesulitan pasti akan ada kemudahan dan setiap kesabaran akan berbuah manis. Kitab suci ini adalah teman terbaik di kala sepi dan penasihat paling bijak di kala bimbang.

Allah SWT berulang kali menegaskan janji-Nya untuk memberikan jalan keluar bagi hamba-Nya yang bertakwa. Salah satu janji yang paling menenangkan hati terdapat dalam Surah Al-Insyirah, di mana Allah mengulang penegasan bahwa kemudahan akan selalu menyertai kesulitan. Ini adalah jaminan bahwa seberat apa pun ujian yang kita hadapi, pertolongan Allah pasti akan datang pada waktu yang tepat.

فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا , إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا

“Maka sesungguhnya beserta kesulitan ada kemudahan, sesungguhnya beserta kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Al-Insyirah: 5-6)

Merenungkan kisah para nabi dalam Al-Qur'an juga menjadi sumber kekuatan yang dahsyat. Nabi Zakaria yang tak pernah lelah berdoa memohon keturunan di usia senja, atau Nabi Ayub yang tetap bersabar dalam ujian penyakitnya, adalah teladan nyata tentang indahnya bersabar. Kisah mereka mengajarkan bahwa doa adalah senjata, dan sujud adalah benteng pertahanan terkuat dalam menghadapi badai kehidupan, terlepas dari kapan dan bagaimana doa itu akan dijawab.

Buah Manis dari Kesabaran dan Sujud yang Konsisten

Sujud yang dilakukan dengan istiqamah akan menumbuhkan pohon kesabaran yang akarnya menghujam kuat di dalam hati. Setiap gerakan turun ke sajadah adalah latihan untuk merendahkan ego dan menerima ketentuan Allah dengan lapang dada. Kesabaran ini bukanlah sikap pasif, melainkan kekuatan aktif yang menjaga kita untuk tetap berada di jalan ketaatan meski dihadapkan pada ketidakpastian duniawi.

Allah SWT secara eksplisit menjanjikan kebersamaan-Nya bagi orang-orang yang sabar. Kebersamaan ini adalah anugerah terbesar, karena ketika Allah bersama kita, tidak ada satu pun kesulitan yang tidak bisa dihadapi. Dukungan-Nya akan menjadi kekuatan, rahmat-Nya akan menjadi peneduh, dan janji-Nya akan menjadi sumber harapan yang tidak pernah padam.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ ۚ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan salat. Sungguh, Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah: 153)

Pada akhirnya, hadiah terindah dari sujud yang konsisten bukanlah semata terwujudnya keinginan dunia. Hadiah sejatinya adalah ketenangan jiwa (sakinah), kelapangan hati untuk menerima takdir, dan manisnya iman yang tidak tergoyahkan oleh apa pun. Inilah kekayaan hakiki yang akan membawa kebahagiaan abadi, baik di dunia maupun di akhirat kelak.

Sujud bukanlah alat untuk menukar keinginan, melainkan sebuah pernyataan cinta tanpa syarat kepada Sang Pencipta. Di sanalah letak ketenangan sejati, terlepas dari apa pun yang kita dapatkan di dunia ini.