
Tak Terasa
Kisah tragis menimpa seorang kawan, meskipun ia berhasil menggapai mimpi, mempunyai pekerjaan mentereng, istri cantik dari keluarga terpandang, rumah megah dan mobil keren, tetapi ia tidak dapat menikmatinya.
Ia berhasil merebut hati dan jiwa istrinya, gadis cantik dari orang tua terpandang.Tetapi, tidak dengan ibu mertuanya, sikapnya tetap dingin dan tak berhenti memintainya uang dalam jumlah yang tidak masuk akal. Untungnya, ia bekerja di sebuah BUMN dengan gaji yang tak pernah ada yang menyamainya di kampung halamannya.
Dalam hal sikap ibu mertuanya, ia masih mampu menghadapinya dengan canda tawa dan gurauan konyol dengan kawan-kawan sepermainannya. Ia sangat loyal dengan teman sekampung, setiap pulang selalu menggelar acara makan besar, bahkan beberapa kali buka dapur umum untuk menyediakan makan puluhan teman masa kecilnya.
Hingga Allah SWT mengaruniai ia dua anak, yang pertama laki-laki dan yang kedua perempuan, dan rumah tangganya tetap aman dan baik-baik saja. Tetapi, ketika pandemi Covid melanda, datanglah ujian berat berikutnya, istrinya terkena virus Covid hingga meninggal.
Dengan meninggalnya sang istri, barulah terjadi perubahan sangat mencolok. Ia tampak jelas mengalami stres berat, murung, dan nyaris putus asa, berat badannya turun drastis. Keluh kesah tidak berhenti ia curahkan kepada teman-teman dekatnya. ”Aku kepingin nyusul istriku saja,” keluhnya dengan wajah sangat sedih.
Semua kawannya menyemangati untuk tetap tegar karena dua anak, buah cinta dengan istrinya yang harus diasuh dan dibesarkan. Kedongkolan hatinya bertambah, karena ulah ibu mertuanya. Belum juga kering tanah makamnya, ibu mertuanya meminta semua perhuasan yang dimiliki mendingan istrinya dan semua dokuman yang atas nama istrinya, termasuk SK sebagai ASN.
Bahkan, segala daya dilakukan oleh ibu mertuanya untuk menjauhkan hubungan kedua anaknya dengan satu-satunya adik laki-lakinya, atau paman kedua anaknya.
Meskipun pamannya secara nasab lebih berhak, tetapi kepengasuhannya diambil oleh keluarga istrinya. Tindakan ini menjadi alasan ibu mertuanya untuk meminta jatah bulanan padanya atas nama keperluan kedua anaknya.
Tidak berapa lama, sekitar satu tahun, dirinya jatuh sakit. Akibat pikiran yan terus dirundung kesedihan, pola makan dan pola hidupnya kacau, gula darahnya naik tak terkendali, gagal ginjal tak dapat dihindarinya. Terapi cuci darah dilakukannya beberapa kali tanpa perhatian yang memadai dari keluarganya, maka ia menjemput takdir Allah SWT dengan derita sakit yang sangat memilukan bagi semua warga kampung.
Kedua anaknya hidup tanpa pengasuhan yang baik dan pendidikan yang benar, harta warisan dari orang tuanya yang berlimpah justru menjadi masalah yang berat bagi keduanya. Pola hidupnya tidak sehat, anak laki-lakinya saat masuk perguruan tinggi negeri elite di Yogjakarta, penyakit diabet mulai menyerang tubuh besarnya. Pada saat memasuki semester keempat, tempat pada Hari Raya Idul Fitri tersebarlah kabar bahwa ananda wafat.
Kabar meninggalnya sang ananda saya sampaikan pada pamannya yang tinggal di luar kota, tampak kaget dan bersedih. Ia sangat bersedih bukan hanya karena kematiannya, tetapi juga karena ketidakberdayaannya membela kedua keponakannya.
Sekarang tinggal anak perempuan seorang diri, ia tinggal di rumah besar tinggalan ayahnya dan sejumlah aset berharga lain yang menyimpan berlaksa kenangan sedih terhadap kedua orang tua dan kakaknya.
Penulis: Ustaz. H. Mim Saiful Hadi, M.Pd (Sekretaris Yayasan Nurul Falah)