Kembali
image
Keislaman

Sakit Parah

3 tahun yang lalu ● Dibaca 521x

Tak tega. Dengan perasaan bergetar dan menahan air mata, saya kunjungi saudara saya yang sedang dirawat di rumah sakit. Suami istri tersebut sama-sama saudara seperjuangan dalam mewakafkan diri untuk perjuangan dakwah. Meski ketika sudah setengah abad usia ini terlampaui, kami memilih metode yang berbeda, tetapi kecintaan kami satu sama lain masih sangat kuat. Tak sedikit pun memudar. 

Ketika sang suami menderita penyakit kerusakan hati, badan sudah kurus, wajah tak lagi dikenali dan gesturnya sudah sangat lemah, tatapan matanya tak lagi dapat dibaca, dan yang membuat terenyuh adalah gerakan kedua tangannya seperti ketika takbiratul ihram, sebentar-sebentar mengangkat kedua tangannya persis seperti melakukan shalat. Masya-Allah. Entah karamah apa yang akan Allah berikan untuk saudara kami tersebut.

Tetapi, di lantai yang lain, tergolek istrinya dengan bebat yang tak kalah mengharukan. Sebab, barusan ia mengalami kecelakaan motor sehingga tulang bahu sebelah kanan harus dipasangi beberapa pen. Keluarga sepakat yang kemudian disebarkan kepada semua teman untuk tidak memberitahukan perihal suaminya yang sedang dirawat di kamar di bawahnya kepada sang istri. 

Ingin menangis rasanya, menyaksikan kedua saudara saya itu. Tapi, air mata ini harus ditahan agar tak membuat suasana menjadi haru, agar suasana semangat penuh harapan tetap terjaga di kamar ini. Maka pujian, kekaguman, dorongan, dan doa yang terus bergantian kami sampaikan kepadanya.

Barulah tangisan meledak dalam keandaraan sesaat setelah meninggalkan rumah sakit tersebut. Seisi kendaraan tak mampu menahan tangis, entah pikiran apa yang ada di benak kami masing- masing, yang jelas seisi kendaraan menumpahkan perasaan sedih, atas ujian yang menimpa saudara kami. Kami menangisinya sama layaknya menangisi kesedihan yang menimpa saudara kandung kami.

Saya sendiri merasa takut dan khawatir jika menghadapi ujian yang demikian, meskipun sering dapat nasihat, ”Setiap menimpakan ujian kepada seseorang, pasti Allah memberikan kepadanya kekuatan untuk menghadapi.” Benarkah itu mampu kita menjalani jika ujian tersebut benar- benar terjadi pada kita? 

Memang setiap manusia tidak boleh mengharap ditimpa ujian, tetapi juga tidak boleh menghindar jika ditimpa ujian. Dengan mengunjungi saudara-saudara kita yang sedang ditimpa musibah, kita selalu mendapat pelajaran- pelajaran berharga atau nasihat-nasihat bijak yang mendalam.

Rasakanlah betapa tak ternilainya kesehatan, betapa tak ternilainya persaudaraan, betapa tak ternilainya kebersamaan, betapa tak ternilainya kepedulian. Sering perasaan menjadi berat karena hanya punya sedikit uang, menempati rumah dengan ukuran sempit atau keinginan makan mewah tak kunjung kesampaian.

Maka, betapa sangat bodoh dan bebalnya kita bila kesempatan yang telah Allah berikan ini kita rusak dengan berbuat yang membuat datangnya beragam penyakit, melakukan sesuatu yang merusak persaudaraan, mengucapkan sesuatu yang menghancurkan kebersamaan, atau mengunggah sesuatu yang memudarkan kepedulian.

Datanglah ke rumah sakit dan rasakanlah betapa Allah sangat menyayangi kita dan telah memberi sangat banyak dengan harga yang tak ternilai. (Ust. Mim Saiful Hadi)