
Sa’id bin Zaid: Sahabat yang Doanya Mustajab dan Dijamin Surga
Sa’id bin Zaid adalah salah satu sahabat Rasulullah SAW yang namanya harum sepanjang masa. Beliau bukan hanya pejuang Islam yang tangguh, tapi juga seorang yang doanya terkenal mustajab. Sejak muda, Sa’id sudah menapaki jalan kebenaran bersama orang-orang pilihan.
Lahir di kota Mekkah, Sa’id berasal dari keluarga terpandang suku Quraisy. Ayahnya, Zaid bin Amr bin Nufail, sudah lebih dulu dikenal sebagai pencari kebenaran. Bahkan sebelum Islam datang, sang ayah menolak keras menyembah berhala.
Sejak kecil, Sa’id tumbuh dengan teladan luar biasa. Ia belajar untuk tidak ikut tradisi jahiliah yang menyembah patung. Hatinya lurus, tak tertarik pada kebiasaan kaumnya yang penuh kemusyrikan. Ketika dakwah Nabi Muhammad SAW mulai terang-terangan, Sa’id tak ragu memeluk Islam. Usianya saat itu masih muda, tetapi keyakinannya kokoh. Bersama istrinya, Fatimah binti Al-Khattab, ia memeluk agama tauhid tanpa takut ancaman.
Sa’id bin Zaid termasuk dalam golongan As-Sabiqunal Awwalun, orang-orang yang pertama masuk Islam. Keberaniannya menginspirasi banyak pemuda Quraisy. Ia tak peduli ejekan atau siksaan yang datang dari kaum musyrikin.
Nama Sa’id makin dikenal ketika peristiwa hijrah ke Madinah. Ia ikut meninggalkan tanah kelahiran demi mempertahankan iman. Dalam setiap peperangan, Sa’id selalu menunjukkan keberanian tanpa pamrih.
Meski jarang disebut dalam kisah-kisah populer, Sa’id punya peran besar dalam sejarah Islam. Rasulullah SAW sangat menghormati keikhlasannya. Bahkan, Sa’id bin Zaid termasuk sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga.
Julukan “Al-Mubasyirun bil Jannah” melekat erat pada dirinya. Rasulullah SAW bersabda bahwa Sa’id adalah salah satu dari sepuluh orang pilihan yang akan memperoleh surga. Sebuah kabar gembira yang menjadi kebanggaan seumur hidupnya.
Selain keberanian, Sa’id bin Zaid dikenal memiliki doa yang makbul. Banyak kisah yang menunjukkan betapa Allah mengabulkan permohonannya. Salah satunya terjadi saat ada seorang wanita Quraisy menuduhnya merampas tanah.
Perempuan itu memfitnah Sa’id tanpa bukti yang jelas. Dengan tenang, Sa’id berdoa agar Allah menunjukkan kebenaran. Tak lama kemudian, wanita itu mengalami kebutaan dan meninggal di dalam sumur. Peristiwa ini semakin membuat orang segan pada ketulusan Sa’id.
Walau memiliki karomah luar biasa, Sa’id tetap hidup sederhana. Beliau tak pernah sombong atau merasa lebih suci. Sikap rendah hatinya membuat sahabat lain menaruh hormat mendalam.
Dalam kehidupan sehari-hari, Sa’id bin Zaid selalu berusaha menolong kaum muslimin. Ia tak ragu menginfakkan harta demi kepentingan dakwah. Ketika Madinah membutuhkan pasukan, Sa’id termasuk yang pertama berdiri di garis depan.
Keikhlasan Sa’id membuat Rasulullah SAW sering menyebut namanya sebagai teladan. Bagi Sa’id, ridha Allah lebih penting daripada pujian manusia. Ia tak pernah mencari popularitas atau kedudukan.
Sa’id bin Zaid juga memiliki kedekatan khusus dengan Umar bin Khattab. Selain bersaudara ipar, mereka sering berdiskusi tentang urusan umat. Hubungan persaudaraan ini semakin memperkokoh barisan muslimin. Setelah Rasulullah SAW wafat, Sa’id tetap teguh mendukung para khalifah. Ia tidak pernah terlibat fitnah atau perselisihan yang merusak ukhuwah. Kesetiaannya pada Islam tetap menyala sampai akhir hayat.
Ketika Khalifah Umar bin Khattab membentuk Dewan Syura untuk memilih penerus, nama Sa’id diusulkan. Namun, ia memilih mundur dengan penuh tawadhu. Baginya, amanah memimpin bukan perkara yang bisa dianggap ringan.
Hingga masa tuanya, Sa’id bin Zaid selalu menjadi rujukan banyak orang. Banyak sahabat datang untuk meminta nasihat dan doa. Setiap untaian doanya diyakini memiliki kekuatan yang luar biasa. Sa’id wafat pada tahun 51 Hijriah, saat berusia lebih dari tujuh puluh tahun. Beliau dimakamkan di Madinah, kota yang menjadi saksi perjuangannya. Kepergiannya menyisakan duka mendalam bagi umat Islam.
Kisah Sa’id bin Zaid mengajarkan kita tentang keyakinan yang teguh. Beliau tak pernah goyah walau cobaan datang silih berganti. Dari kecil hingga dewasa, iman dalam hatinya tak padam.
Sikap rendah hati, keberanian, dan doa yang mustajab menjadi teladan sepanjang masa. Sa’id bukan hanya pahlawan di medan perang, tapi juga pahlawan di medan kesabaran. Ia menunjukkan bahwa kekuatan sejati datang dari hati yang tulus.
Dalam era modern, kisah Sa’id bin Zaid tetap relevan. Banyak orang berlomba mencari popularitas, padahal yang terpenting adalah keikhlasan. Sa’id tak mengejar dunia, justru Allah limpahkan kemuliaan padanya. Bagi yang ingin memperdalam sejarah Islam, mengenal Sa’id adalah langkah yang berharga. Beliau membuktikan bahwa kesungguhan iman bisa mengubah takdir. Bahkan di tengah tekanan berat, Sa’id tak pernah menyerah.
Jejak kehidupannya menginspirasi generasi muslim hingga kini. Sa’id bin Zaid menjadi bukti nyata bahwa Allah selalu menolong hamba yang setia. Semoga kisah beliau menguatkan hati kita dalam meniti jalan kebenaran. Tak banyak sosok yang bisa menjaga kesucian hati sepanjang hidup. Namun Sa’id melakukannya dengan konsisten dan penuh pengabdian. Dari setiap langkahnya, kita belajar arti sabar, syukur, dan keberanian.
Sa’id bin Zaid bukan sekadar nama dalam buku sejarah. Beliau adalah simbol keikhlasan yang tak lekang oleh zaman. Semoga kita semua bisa meneladani semangat dan keteguhan imannya.