
Resolusi Diri Meningkatkan Ketakwaan
Abu Hurairah ra memberikan ilustrasi tentang TAKWA. ”Saat di tengah jalan terlihat ada penuh duri kemudian kita menghindarinya dan berjalan di tempat yang tidak ada durinya, atau meloncati duri-duri itu, maka sikap itulah namanya TAKWA.”
Allah SWT mengungkapkan makna takwa sebagai upaya pemeliharaan. ‘’Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan bebatuan. Di dalamnya ada malaikat yang sangar dan keras. Mereka tidak pernah mendurhakai Allah. Justru, mereka selalu patuh menjalankan segala perintah Allah.’’ (QS At- Tahrim: 6).
Prof HAMKA dalam tafsirnya memaknai TAKWA dengan “memelihara”. Memelihara hubungan baik dengan Allah SWT, memelihara jangan terperosok pada perbuatan yang Nya supaya dapat dijalankan, memelihara kaki jangan terperosok ke tempat yang penuh lumpur atau duri.
KH A. Mustofa Bisri atau Gus Mus dalam bukunya “Saleh Ritual, Saleh Sosial” mengemukakan konsep takwa sesuai surah Al- Baqarah ayat 177 bahwa orang yang bertakwa memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
-
Percaya kepada Allah, hari kemudian, malaikat, kitab-kitab suci, serta para nabi.
-
Memberikan harta yang dicintainya (secara tulus).
-
Mendirikan shalat, menunaikan zakat (buah amal ibadah yang melahirkan kesalehan pribadi dan sosial).
-
Menepati janji apabila berjanji. Maka, takwa sebagai upaya pemeliharaan diri, harus selalu terbenam dalam hati kita. Dengan bekal takwa, seseorang akan mampu mengontrol tingkah laku. Ia akan selalu menimbang apakah yang dilakukan sesuai dengan tuntunan Allah SWT dan rasul-Nya atau tidak.
Dari keterangan tersebut, maka setiap muttaqin (orang yang bertakwa) harus berusaha serius dan istiqamah agar takwa tersebut dipertahankan dan bahkan ditingkatkan.
Mempertahankan memiliki makna bahwa muttaqin tidak goyah dari ajaran takwa, sedangkan ditingkatkan memiliki makna bahwa seorang muttaqin memberdayakan perilaku yang sesuai dengan ajaran takwa baik secara kuantitas (misalnya selama ini prilaku yang sesuai dengan ajaran takwa ada 25 item ditingkatkan menjadi 45 item) maupun secara kualitas (misalnya selama ini kualitas sedekah yang diberikan kepada anak yatim masih bersifat konsumtif ditingkatkan menjadi jangka panjang yaitu membiayai sekolah si yatim hingga lulus sarjana S-1).
Muttaqin diharuskan berusaha serius dan istiqamah mempertahakan takwa. Sebab, tantangan iman dan zaman terutama perkembangan teknologi, di satu sisi memang memberikan manfaat bagi kehidupan manusia(misalnya mempercepat komunikasi) namun juga memiliki dampak negatif (misalnya kebebasan mengakses informasi apa pun yang dikehendaki insan termasuk yang mengandung perbuatan dosa).
Abu Dzar Al Ghifari ra berkata, ”Rasulullah SAW bersabda, ‘Bertakwalah kepada Allah dimanapun engkau berada dan hendaknya setelah melakukan kejelekan engkau melakukan kebaikan yang dapat menghapusnya. Serta bergaul-lah dengan orang lain dengan akhlak yang baik‘” (HR Ahmad).
Maka, sebenarnya anjuran Allah dan Rasulullah memberi informasi yang amat penting:
Pada dasarnya, Allah dan Rasulullah memang menghendaki bahwa hamba dan umatnya selalu menjadi orang yang baik dan kebaikan itu adalah untuk di mana saja dan selamanya.
Harus disadari bahwa ketakwaan itu bisa surut, fluktuasi, naik turun hal ini sebab terkontaminasi oleh kondisi dan keadaan, maka harus diperjuangkan pertahanan dan peningkatannya.
Mempertahankan takwa itu memerlukan power dan potensi, apalagi meningkatkannya, maka betapa bijaksananya agama ini mewajibkan kita untuk “amar ma’ruf nahi mungkar” bahkan setiap khotbah selalu diserukan “bertakwalah kepada Allah”.
Mempertahankan takwa itu sendiri jika telah mendarah daging bagi insan, maka takwa akan menjadi gaya hidupnya. Gaya hidup itulah yang kemudian bakal menjadi suatu budaya, maka harapan berikutnya adalah dapat meraih janji Allah SWT dalam Al-Qur’an yang maknanya ‘’Jika penduduk negeri beriman dan bertakwa, maka Kami akan bukakan untuk mereka pintu- pintu keberkahan dari langit dan bumi.’’ (QS Al-A’raf: 96).