
Rasulullah SAW Bapak Anak Yatim
Pada Hari Raya Idul Fitri, semua datang ke tempat shalat Idul Fitri, termasuk Rasulullah Muhammad SAW. Anak-anak kecil juga berangkat. Ada yang berangkat Bersama orang tuanya, kakaknya, atau famili lain yang masih ada hubungan kerabat.
Dalam perjalanan ke tempat shalat itu, semua anak-anak bergembira, memakai baju baru, dan harum-haruman. Mereka tertawa bahagia dalam menyambut datangnya hari raya tersebut. Namun, si Fulan, anak seorang mujahid perang, bersama Nabi. Dia duduk sendiri memandangi anak-anak kecil yang bergembira tersebut.
Rasulullah yang berangkat ke tempat shalat Idul Fitri di lapangan Kota Madinah bersama anak-anak yatim yang diasuhnya memperhatikan anak yang sedang menangis itu. Kemudian didekatinya anak yang duduk sendiri tersebut. Bajunya kumal dan belum mandi. Ia juga belum makan. Padahal, teman-teman sebayanya sedang bergembira menyambut datangnya hari raya itu.
“Hai anak kecil, mengapa kamu menangis, tidak berbahagia seperti anak-anak sebayamu?” tanya Rasulullah kepada anak kecil itu.
Anak kecil tersebut tidak tahu bahwa yang bertanya itu seorang nabi yang memiliki banyak anak yatim. Sambil menangis, anak kecil itu menjawab pertanyaan Nabi Muhammad.
”Hai Bapak, saya ini anak dari seorang mujahid yang meninggal bersama Nabi dalam perang. Kemudian ibuku kawin lagi. Ayah tiriku mengusir aku. Maka, aku tidak ikut pergi ke tempat shalat Idul Fitri. Tidak ikut bersuka cita seperti anak-anak kecil sebayaku,” ujarnya.
Mendengar jawaban itu, Rasulullah Muhammad menawarkan pada anak kecil tersebut dan berkata, ”Hai anak kecil maukah kamu menjadikan Muhammad sebagai ayahmu, Aisyah sebagai ibumu, Ali sebagai pamanmu, Hasan dan Husain sebagai saudaramu, dan Fatimah sebagai saudara perempuanmu?”
Mendengar pertanyaan itu, anak kecil tersebut baru tahu bahwa yang ada di hadapannya adalah Nabi Muhammad dan dia pun menjawab mau menjadikan Rasulullah sebagai ayahnya, Aisyah sebagai ibunya, Ali bin Abi Tholib sebagai paman, Hasan dan Husain sebagai saudara, dan Fatimah sebagai saudara perempuan.
Maka, anak kecil itu dibawa pulang oleh Rasulullah. Dia diminta mandi, diberinya pakaian yang bagus, diberinya harum-haruman, dan dia pun pergi shalat Idul Fitri bersama Rasulullah. Ia pun sangat gembira dan sangat bangga sebagai saudara Nabi Muhammad.
Teman-teman sebanyanya sangat heran dengan tingkah polahnya dan ada yang bertanya kepadanya, ”Kamu tadi menangis, tapi sekarang tersenyum ceria. Kamu tadi memakai baju kumal dan jelek, sekarang kamu memaki baju bagus dan harum. Kamu tadi belum mandi, sekarang telah mandi, dan telah bersisir rapi.”
Anak itu menjawab bahwa dirinya telah diangkat sebagai anak oleh Nabi Muhammad.
Ketika Nabi Muhammad meninggal dunia,anak-anak itu sangat sedih dan takut tidak ada yang memelihara. Maka, Abu Bakar Ash-Shiddiq berganti yang menjadi bapak asuh anak-anak yatim yang tadinya bersama Rasulullah Muhammad SAW. Sehingga anak-anak yatim itu tetap ada pengasuhnya. (za/disarikan dari kitab Duratun Nasihin)