Kembali
image
Keislaman

Pilih Adab atau Ilmu?

2 tahun yang lalu ● Dibaca 225x

Adab (tata krama, sopan santun, budi pekerti, dan akhlak) merupakan program unggulan dan utama bagi Nabi Muhammad SAW setelah diutus sebagai seorang nabi dan rasul. Tentu semua paham bahwa keberadaan program unggulan dan utama tersebut tidak lepas dari pertimbangan sosio-kultural yang dihadapi oleh Nabi. 

Pada saat itu, kondisi manusia laksana insan yang tidak memiliki komponen ”kal-fikiran”. Padahal, semua manusia diberi akal pikiran yang keberadaannya berfungsi sebagai komponen yang memberikan pertimbangan bagi manusia manakala dia akan berbuat dan berkata. 

Dengan komponen akal pikiran tersebut, manusia tidak akan berbuat dan berkata kecuali selalu baik, benar, dan bermanfaat. Demikian desain yang dirancang Islam dan dikawal oleh Nabi SAW. Maka, setiap insan harus menggunakan akal pikiran tersebut dengan sebaik-baiknya untuk memberikan pertimbangan terhadap apa yang akan dilakukan dan dikatakan. 

Kondisi sosio-kultural pada saat Ba’tsun Nabiy (Nabi diutus membawa risalah) laksana manusia tidak memiliki akal pikiran tersebut. Dikatakan demikian karena realitasnya manusia berperilaku dan berkata layaknya tidak memiliki akal pikiran yang dipasang oleh Allah pada setiap diri manusia, sebagaimana Allah SWT menerangkan dalam kitab suci Alquran: 

”Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi Neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia. Mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakan untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah) dan mereka mempunyai telinga (tetapi tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai” (QS Al-A’raf [7]: 178).

Nabi SAW memperjuangan misi mulia dari ayat tersebut dengan sangat serius yang dibarengi dengan keteladanan dan konsistensi tinggi terhadap berfungsinya akal pikiran manusia agar menjadi makhluk yang mulia. Hal ini sebagaimana diterangkan Allah SWT dalam surat At-Tin ayat 5.

Dengan gagah perkasa, optimisme tinggi serta memohon back-up Allah, Nabi SAW mencanangkan kebijakan makro membangun kembali akhlak dan budi pekerti manusia. ”Aku diutus Allah untuk menyempurnakan Akhlak yang mulia bagi setiap manusia” demikian makna hadis Nabi SAW.

 Kebijakan utama Nabi SAW tersebut dikawal serius dan ketat dengan menjadikan diri beliau sendiri sebagai contoh. Maka, tidak sedikit peneliti yang mengakui bahwa Nabi Muhammad SAW adalah sosok manusia yang sempurna.

Pilihan kebijakan utama Nabi tersebut memiliki dampak yang dahsyat dan luar biasa, bahwa jika manusia memiliki adab dan akhlak yang baik, maka dalam kondisi apapun manusia akan tetap baik. 

Misalnya, di saat sakit tetap baik, di saat sehat dan gagah perkasa juga baik, di saat kaya maupun miskin tetap konsisten berbuat dan berkata baik, di saat berdagang perilakunya baik, di saat menjadi customer perilakunya juga baik. Jika pada segala kondisi, keadaan, dan masa semua manusia tetap baik, maka dunia ini tidak mengalami problem. Dan itulah bangunan yang menjadi misi agama Islam yang rahmatan lil’alamin.

Sekarang tugas kita adalah bagaimana diri dan generasi kita memiliki perilaku adab kesopanan yang baik. Perlu kebijakan yang tepat minimal dilakukan oleh para orang tua untuk memfasilitasi generasi mudanya buat berkembangnya akal pikiran yang baik, diantaranya mendidik mereka melalui jalur pendidikan yang berorientasi pada ”Adab budi pekerti, akhlak yang baik”. 

Nurul Falah melalui pendidikan ”berkarakter Alquran” akan konsisten turut ambil bagian dalam perjuangan mulia ini.

Makna penting bicara adab di sini adalah merupakan ilmu baru bagi kita bahwa sesungguhnya adab merupakan ilmu kehidupan yang dengannya manusia dapat mempertahankan ”derajat kemuliaan manusia sebagai makhluk terbaik”. 

Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat At-Tin ayat 5. Semoga Allah memperkuat semangat kita dalam menjalankan kehidupan yang bermartabat. Aamiin. (Drs. KH. Ali Muaffa)

Pilih Adab atau Ilmu?