Kembali
image
Keislaman

Pengertian Qurban dan Ketentuannya

5 tahun yang lalu ● Dibaca 1475x

Salah satu teladan yang ditunjukkan oleh Nabi Ibrahim adalah berhaji dan qurban. Banyak nilai-nilai penting dan hikmah indah yang terkandung dalam prosesi Idul Qurban. Dalam Alquran, Allah SWT berfirman, ”...maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berqurbanlah” (QS [108]: 2).

Qurban merupakan upaya untuk mendekatkan diri kepada Sang Khalik, Rabb azza wajalla. Ajaran Islam menetapkan syariat qurban dalam bentuk penyembelihan hewan qurban setahun sekali kepada yang mampu, yaitu setiap Hari Raya Idul Adha atau Hari Raya Haji atau Idul Qurban pada 10 Dzulhijjah. Hal ini sesuai dengan makna qurban itu sendiri. Qurban (qurban) dalam pengertian Bahasa berasal dari kata qaruba-yaqrubu-qurbanan, yang artinya dekat atau mendekatkan diri.

Orang yang berqurban adalah orang yang berusaha mendekatkan dirinya dengan Allah SWT maupun dengan sesama manusia. Sementara qurban dalam kaitan penyembelihan hewan qurban pada Hari Raya Idul Qurban diistilahkan dengan al-udhiyyah, yang sangat dianjurkan (sunnah muakadah) untuk dilakukan oleh orang (keluarga) yang memiliki kemampuan. Dalam sebuah hadis, Rasululullah SAW bersabda, ”Barangsiapa yang memiliki keleluasaan (untuk membeli hewan qurban) lalu tidak melakukannya (tidak berqurban), maka janganlah mendekati tempat shalatku” (HR Ahmad).

Dalam hadis lain riwayat Ibnu Majjah, Rasululullah SAW bersabda, ”Tidaklah ada amalan Ibn Adam pada Hari Raya Adha yang lebih dicintai oleh SWT selain mengeluarkan darah (menyembelih hewan qurban). Sesungguhnya hewan itu akan datang pada Hari Kiamat nanti lengkap dengan tanduknya, kulit, dan bulunya. Sesungguhnya darah hewan itu akan diterima Allah SWT sebelum jatuh ke tanah. Maka ikhlaskanlah hatimu dalam melakukannya”.

Jika ditelaah lebih lanjut, qurban merupakan wujud ketaatan dan kasih sayang terhadap sesama. Orang yang berqurban adalah orang yang ingin mendekatkan dirinya kepada Allah SWT sekaligus mendekatkan dirinya kepada sesama manusia. Daging hewan qurban kemudian dibagikan kepada kaum fakir miskin yang mungkin mengalami kesulitan untuk mengonsumsi daging karena tidak terjangkau oleh daya beli.

Saking pentingnya penyembelihan hewan qurban ini, Rasululullah SAW menyatakan bahwa siapa saja yang mempunyai kemampuan (keleluasaan untuk membeli seekor kambing) lalu tidak berqurban, maka janganlah mendekati tempat shalat kami. Juga sabdanya bahwa tidak ada amalan manusia pada Hari Raya Adha yang lebih dicintai Allah selain mengalirkan darah hewan (maksudnya: menyembelih hewan qurban).

Penyembelihan hewan qurban dilaksanakan pada 10 Dzulhijjah setelah shalat Idul Adha, atau tanggal 11, 12, dan 13. Ketiga hari terakhir ini disebut dengan hari tasyriq yang berarti ”hari yang berlimpah dengan daging”. Penyembelihan tidak boleh dilakukan sebelum pelaksanaan shalat Idul Adha. Dalam sebuah hadis Riwayat Imam Bukhari dan Muslim, Rasululullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang menyembelih hewan qurban sebelum shalat maka harus menyembelih hewan lain untuk menggantinya. Dan barang siapa yang belum menyembelih, maka sembelihlah (sesudah shalat) dan sebutlah nama Allah.”

Setelah disembelih, daging hewan langsung diberikan kepada golongan fakir miskin yang mungkin dalam kesehariannya tidak mempunyai kemampuan untuk mengonsumsi daging, karena di luar jangkauan daya beli mereka. Apabila di daerah orang yang berqurban masyarakatnya sudah terbiasa mengkonsumsi daging, maka boleh saja hewan tersebut disebarkan ke daerah- daerah yang betul-betul membutuhkannya.

Adapun untuk hewan qurban yang disembelih, jika memiliki keleluasaan dana, maka hendaknya yang jantan, gemuk, dan bertanduk. Hal ini sebagaimana qurban yang dilakukan oleh Rasululullah SAW. Apabila tidak, yang menjadi syarat hewan qurban adalah tidak termasuk salah satu dari kategori yang empat. Sebagaimana dinyatakan dalam sebuah hadis riwayat Imam Ahmad dan Imam yang empat serta disahihkan oleh Imam Turmudzi dan Ibn Ribban, Rasululullah bersabda, ”Empat jenis binatang yang tidak memenuhi syarat untuk dijadikan hewan qurban, pertama: hewan buta (sebelah) yang jelas butanya. Kedua, binatang sakit (berpenyakit) yang jelas sakitnya. Ketiga, binatang yang pincang, yang jelas pincangnya. Keempat, binatang yang sudah tua yang tidak bersum-sum.”

Menyembelih hewan qurban pada Hari Raya Haji juga untuk menyuburkan salah satu sunnah yang dicontohkan oleh Nabi Ibrahim yang mendapatkan perintah melalui mimpi untuk menyembelih anaknya yang sangat dicintainya, yaitu Nabi Ismail, yang karena ketundukkannya kemudian Allah menggantikan dirinya dengan menyembelih seekor kibasy (domba) yang terus berlanjut sampai akhir zaman. Ini sebagaimana diungkapkan kisahnya dalam surat Ash-Shaffat [37] ayat 102-111.

Sesungguhnya masih banyak hikmah yang dapat dipetik dari teladan Nabi Ibrahim dan putranya Ismail AS ini. kepada kita yang bentuk syukurnya mewujud dalam prosesi ritual pelaksanaan syariat-Nya. Allah berfirman dalam QS surat 22 ayat 36: ”Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta (binatang ternak) itu sebagian dari syiar Allah. Kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah olehmu nama Allah ketika menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan tidak terikat). Kemudian apabila telah roboh (mati) maka makanlah sebahagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah kami telah menundukkan unta-unta itu kepada kamu, mudah-mudahan kamu bersyukur.”

Selain itu, qurban adalah bentuk taqarrub (usaha mendekatkan diri) kepada Allah SWT karena kasih sayang kita pada sesama manusia, terutama pada golongan fakir miskin yang membutuhkannya.

Mudah-mudahan dengan kegiatan ini hubungan batin dan persaudaraan antara golongan yang berkecukupan dengan golongan yang berkekurangan akan terjalin. Menyayangi sesama manusia pada hakikatnya mengundang rahmat dan kasih sayang dari Allah SWT dan seluruh makhluk-Nya yang ada di langit.

Rasululullah SAW bersabda, “Sayangilah oleh kamu sekalian sesama manusia yang ada di muka bumi, maka pasti akan menyayangi kepad kamu makhluk yang ada di langit.” Berqurban juga menyuburkan salah satu sunnah yang telah dicontohkan oleh Nabi Ibrahim AS yang kemudian berlanjut abadi sampai akhir zaman.

Di dalam Alquran surat Ash Shaffat [37] ayat 102-111, Allah SWT berfirman: ”Maka tatkala anak itu (Ismail) sampai pada umur sanggup berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: ”Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu”. Ismail menjawab, “Hai Bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu. Insya Allah kamu akan mendapatkanku termasuk orang-orang yang sabar.” Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipisnya (nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami panggil dia: ”Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu, sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar ujian nyata. Dan kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-rang yang dating kemudian, yaitu kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim.”

Sebagaimana umat Rasululullah SAW, kaum muslimin diperintahkan mengikuti sunnah Nabi Ibrahim AS. Allah berfirman, ”Katakanlah: Benarlah apa difirmankan Allah, maka ikutilah agama Ibrahim yang lurus dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang musyrik” (QS [3]: 95). Karena itu, jika Anda memiliki keleluasaan materi, marilah kita syiarkan Hari Raya Haji dengan penyembelihan hewan qurban. Semoga Allah SWT menerima amal ibadah kita semua. Amiiin.