
Menyayangi Anak Yatim
Dibalik ajaran Islam pasti ada nilai luhur yang luar biasa bagi manusia, bahkan di luar jangkauan pikiran manusia. Salah satu contoh yang diajarkan oleh agama Islam adalah anjuran untuk merawat anak yatim.
Anak yatim merupakan sosok manusia yang mendapat kedudukan khusus di sisi Allah. Banyak ayat Al-Qur’an dan hadis Nabi yang membahas anak yatim. Misalnya, bagaimana seharusnya perlakuan orang mukmin terhadap anak yatim, jaminan surga bagi orang-orang yang merawat anak yatim, dan seruan lain Allah untuk merawat anak yatim (Al Baqarah ayat 220) serta masih banyak lagi.
Seorang anak yatim sama dengan anak pada umumnya, yaitu memerlukan kasih sayang orang tuanya. Orang tua di sini adalah ayah dan ibu. Saat Nabi Saw. lengkap ditinggal wafat ayah dan ibunya, bahkan ibu yang menyusuinya, beliau ada di bawah kepengasuhan paman dan kakeknya, yaitu Abdul Muthalib dan Abu Thalib.
Mengapa paman dan kakek Nabi sedemikian rupa mencurahkan perhatian dan kasihsayang kepada (Nabi) Muhammad hingga kasih sayang beliau itu melebihi kasih sayang terhadap putranya sendiri, tentu di antara alasan psikologisnya adalah sebab (Nabi) Muhammad tidak lagi memiliki ayah dan ibu yang telah berpulang kehadirat-Nya. Logika dan perasaan paman dan kakek Nabi mengatakan bahwa seorang anak yang ditinggal wafat ayah dan ibunya sangat membutuhkan pendampingan dan perawatan. Bisa dipastikan bahwa seorang anak setiap saat akan menghadirkan berbagai problem ringan, sedang, maupun berat. Sebagai contoh:
- Siapa yang mendampingi dia saat tidur malam.
- Kepada siapa dia memperoleh kebutuhan pokok makan dan tempat tinggal.
- Dengan siapa dia berbicara merancang masa depan.
- Didampingi siapa sewaktu-waktu dia mengalami sakit.
- Kepada siapa dia bisa curhat tentang kesedihannya.
- Siapa yang membantu memberikan arahandia ketika saatnya bersekolah dan sekolah yang bagaimana yang sebaiknya dipilih dan masih banyak lagi hal yang akan dihadapi setiap anak. Lalu bagaimana jika seorang anak telah yatim atau yatim piatu.Berbagai problem tersebut bisa silihberganti datangnya dan bisa juga bersama- sama. Demikian pula problem tersebut terjadi beberapa hari atau beberapa pekan sekali, namun juga bisa terjadi setiap hari.
Tidak terbayangkan jika seorang anak yatim mengalami kesulitan dalam kesendiriannya kemudian berputus asa menghadapi hidup ini kemudian mengambil keputusan yang salah dan memiliki risiko, baik masa mendatang maupun masa dekat. Juga tidak terbayang jika anak yatim tersebut menghadapi problem “tidak putus asa”, namun salah dalam menentukan sikap dan keputusan kemudian mengambil keputusan yang salah dan berisiko.
Maka, siapa pun yang mengaku beragama Islam, kepadanya Allah telah memanggil dan me-warning dengan keras dan jelas antara lain disebutkan di dalam surat Al Ma’un [107] ayat 1-2 yang intinya “Orang yang tidak memperhatikan perawatan terhadap anak yatim maka di hadapan Allah orang tersebut adalah pendusta dalam beragama”.
Sungguh ajaran Islam amat mulia, memperhatikan anak yatim tidak hanya untuk kebutuhan sesaat, namun yang lebih penting lagi adalah mempersiapkan masa depannya sebagai generasi “khalifah fil-ardhi” (pemimpin di muka bumi yang saleh) yang oleh Allah diberikan kewenangan mengelola kekayaan dunia untuk kemaslahatan seluruh alam (nilai kandungan surat Al Anbiya [21] ayat 105). Insyaallah, bersama Nurul Falah, mari kita membangun masa depan anak-anak yatim. Semoga Allah SWT memberkahi usaha dakwah ini. Aamiin. (Drs. H. Ali Muaffa)