Kembali
image
Keislaman

Menumbuhkan Kemandirian Anak

setahun yang lalu ● Dibaca 155x

Manusia adalah makhluk sosial yang sejak masa kelahirannya membutuhkan bantuan orang lain. Hal itu bisa dilihat saat masih bayi sangat wajar jika anak begitu tergantung pada ibunya atau orang-orang terdekatnya. Maklum bayi belum bisa melakukan banyak hal. Tapi, seiring usia yang bertambah, sudah seharusnya anak bertambah pula kemandiriannya sehingga tidak melulu bergantung pada orang lain.

Anak yang terbiasa tidak melakukan apa-apa sendiri, semuanya dilakukan orang tuanya, akan menjadi anak yang tidak mandiri. Ketidakmandirian otomatis berdampak pada masa depannya. Hal itu butuh proses pembiasaan penanaman kemandirian anak dimulai sejak dini. Bila ini dilakukan secara periodik, dampak tercepat terlihat saat anak usia sekolah dasar. Namun, bila tidak, kemandirian akan sulit diwujudkan di periode usia berikutnya. 

Namanya juga anak-anak, tentu belum semahir orang dewasa dalam melakukan aneka kegiatan. Tapi, seringkali orang tua begitu takut dan khawatir anaknya dalam bahaya sehingga aneka larangan selalu dikeluarkan. Apalagi dalam sebuah keluarga anak tersebut adalah anak satu-satunya. Maka, perlindungan dan kenyamanan cenderung diberikan overdosis. Akibatnya, anak pun menjadi kurang dipercaya oleh orang tua.

Orang tua wajib menanamkan pembiasaan kemandirian sejak dini. Beberapa hal yang negatif sering dilakukan orang tua dan perlu dihindari adalah: 

1. Kecemasan yang berlebihan. 

Salah satu contoh awal ketika anak sedang berlatih berjalan, cenderung kita orang tua cemas, jangan-jangan jatuh atau kejadian negatif yang lainnya, maka yang muncul adalah perlindungan ekstra ketat. Padahal, mereka butuh eksplorasi gerak dan dinamisasi diri menggerakkan tubuhnya. Sebaiknya orang tua membawa anak ke area yang aman yang relatif tidak berbahaya untuk anaknya belajar berjalan. Tapi, pastikan anak selalu dalam pengawasan sehingga bisa diarahkan tanpa membatasi upaya eksplorasinya 

2. Mudah menyalahkan anak. 

”Salah kamu melipat selimutnya. Kalau gitu kan nggak rapi.” Kalimat seperti itu mungkin sering dilontarkan orang tua kepada anaknya. Menyalahkan anak untuk hal-hal yang remeh-temeh seperti itu bisa mematikan kreativitas dan kemandirian anak. 

Sebaiknya berikan contoh sederhana cara melakukan dengan baik. Upayakan berikan pujian dan penguatan meski terkadang anak belum mampu melakukan yang terbaik. Padahal, anak sudah berinisiatif membersihkan dan merapikan tempat tidurnya. Karena yang diterima bukan apresiasi, namun kalimat yang justru membuat semangatnya drop, anak jadi enggan dan malas melakukan kegiatan semacam itu. 

3. Tidak dimulai dari hal yang simpel. 

Agar kegiatan melatih kemandirian anak berjalan dengan baik, sebaiknya Anda ikut melakukannya bersama anak di awal-awal mereka belajar. Misalnya, mengajak anak bersama-sama membereskan mainan. Beri tahu anak bahwa mainan yang sudah selesai dimainkan harus dimasukkan ke tempatnya, misalnya ke dalam kardus atau almari mainan. Informasikan kepada anak kardus atau rak almari mana yang jadi tempat mainan. Selanjutnya anak akan terbiasa untuk merapikan sendiri mainannya. 

4. Tidak sabar. 

Sering kali orang tua tidak sabar dengan proses belajar yang harus dilewati anak. Karena ingin cepat, orang tua cenderung mengambil alih sesuatu yang seharusnya dilakukan anak sehingga anak tidak punya pilihan, tidak punya kesempatan untuk belajar dan kesempatan untuk mengambil keputusan. Sebuah contoh saat memakai baju, memakai sepatu ataupun aktivitas lainnya. 

5. Enggan melatih kemandirian anak. 

Anak jadi penakut, harus selalu dekat dengan orang tuanya, dan cenderung tidak bisa melakukan aneka hal karena orang tua yang enggan melatih kemandirian anak. Padahal, anak-anak dengan jiwa petualangannya justru ingin mengeksplorasi tempat baru. Karena itu, sebaiknya saat anak diajak ke tempat baru baginya, misalnya ke supermarket, diceritakan lebih dahulu supermarket yang akan dikunjungi seperti apa. Mungkin orang tua bisa memperlihatkan foto tentang tempat itu atau menggambarkan kondisinya. 

6. Mendisiplinkan ketika marah. 

Jangan pernah mengambil keputusan ketika sedang marah karena ini paling sering terjadi kesalahan. Jadi, tidak harus berteriak pada anak atau mencoba mendisiplinkan anak saat sedang marah. Cara terbaik adalah menenangkan diri dalam beberapa waktu agar bisa berpikir jernih. 

7. Mengancam palsu. 

Ancaman palsu bukan bentuk hukuman yang akan melatih anak. Contohnya saja, mengatakan tak akan mengambil mainannya apabila anak tak mau berhenti menangis. Padahal, orang tua berniat melakukannya. Maka, anak akan belajar dengan cepat bahwa ancaman Anda palsu. 

8. Tidak konsisten dengan aturan yang dibuat. 

Apabila membuat aturan, orang tua tak bisa melanggar aturan dengan sendirinya. Ketika mengatakan bahwa anak-anak mulai pukul 18.00 sampai 20.00 tidak menonton televisi, atau menggunakan gadget dan smartphone, maka harus konsisten seluruh anggota keluarga menyepakati dan berupaya untuk saling mengingatkan akan aturan itu. 

Terkadang salah satu anggota keluarga melanggar dengan sendirinya. Jangan menguliahi anak terlalu banyak. Anak-anak benci dengan ceramah panjang tentang apa yang harus atau tidak dilakukan. Instruksi sederhana dengan cara yang baik akan jauh lebih efektif. 

Mendampingi anak usia dini membutuhkan keajegan perilaku positif dari orang tua. Bila hal ini sejak dini terbiasa dilakukan dengan baik, maka ketika menginjak usia SD mereka semakin tertib melakukan pembiasan kemandirian diri. Meski kecil dan sederhana, perilaku tersebut bila diulang-ulang insya Allah akan berdampak besar bagi kemandiriannya kelak.

Penulis : Drs. H. Subiyanto (Staf Ahli Pesantren Al-Quran Nurul Falah)