
Menjadi Umat Yang Mandiri
Bercermin pada firman Allah SWT dalam surah Al-Ashr, kita akan selalu dihadapkan pada dua pilihan kondisi, yaitu menjadi penderita kerugian atau sebaliknya. Bisa dipastikan, tak ada satupun dari kita yang mau mengambil pilihan pertama tetapi untuk mengambil pilihan kedua, syaratnya juga tidak sembarangan. Kita dituntut untuk memiliki resolusi berupa peningkatan kualitas dan kuantitas amal saleh serta kemampuan nasihat-menasihati dalam kebenaran dan kesabaran.
Bisakah kita memenuhi kualifikasi sebagai manusia yang tidak menderita kerugian? Bisakah kita semakin disiplin dalam menjalankan shalat fardu? Bisakah kita menjadikan jamaah Subuh di masjid sebanyak jamaah shalat Jumat? Bisakah kita meningkatkan kemesraan hubungan dengan Allah Yang Maha Penyayang dengan konsisten melakukan amalan-amalan sunah? Mampukah kita menyembuhkan diri dari penyakit bakhil dan menjadi sadar zakat dan ahli sedekah? Mampukah kita selalu berpihak kepada kebenaran dan memperjuangkannya di jalan dakwah?
Pertanyaan puncaknya adalah bisakah kita kembali menjadi umat yang mandiri, terlepas dari ketergantungan
dan ketidakberdayaan ekonomi, politik, media informasi, dan aspek kehidupan lainnya, kemudian kembali menjadi umat yang memengaruhi peradaban global? inilah pekerjaan besar kita di perjalanan kehidupan yang baru.
Mengapa kita harus resolusi? Karena kemandirian dalam daftar resulusi? Karena tiada kemuliaan yang dimiliki oleh mereka yang hidupnya sangat bergantung pada bantuan orang lain. Hanya dengan kemandirian kita menjadi umat yang berdaya. Hanya dengan menjadi umat yang berdaya, kita bisa mengemban amanah untuk menebar rahmat kepada semesta alam. Bagaimana mungkin kita bisa menjadi umat penebar ajaran rahmatan lil ’alamin jika terpuruk dalam pertarungan pemikiran?
Karena itu, inovasi gerakan dakwah harus terus dilakukan. Dakwah bil lisan dan bil qalam harus terus digencarkan untuk membangkitkan tradisi keilmuan dan ghirah keIslaman. Selain itu, dakwah politik dan ekonomi juga menjadi kebutuhan krusial.
Dakwah politik diperlukan agar nilai-nilai Islam bisa menjadi ruh dalam setiap peraturan perundang-undangan. Sementara dakwah ekonomi diperlukan untuk membawa umat kepada kemandirian ekonomi. Dengan perluasan gerakan dakwah seperti ini, diharapkan lahirnya generasi emas Islam yang menguasai peradaban global bukan lagi impian belaka. (Lazisnf/eko)