Kembali
image
Keislaman

Menjadi Insan Pembelajar

3 tahun yang lalu ● Dibaca 273x

Tanpa terasa kita sudah berada di pengujung tahun 2018 dan segera memasuki 2019. Tentu banyak hal yang telah kita lalui, baik pengalaman menyenangkan maupun ujian kehidupan yang dirasa cukup berat.

Jamak kita temui bahwa awal tahun baru selalu disambut dengan ”ritual” atau perayaan yang berlebihan dan terkesan hanya hura- hura belaka. Bahkan, budaya ketimuran yang mengedepankan kesantunan dan kesederhanaan nyaris tidak terlihat dalam perayaan tahun baru tersebut. Misalnya, peniupan terompet, pembunyian klakson sepeda motor yang bersahut-sahutan dan membisingkan telinga di jalan-jalan protokol, panggung hiburan semalam suntuk, dan lain-lain.

Padahal, jika ditelisik kembali, hakikat pengujung tahun dan persiapan menyambut awal tahun baru hendaknya membuat kita berkontemplasi. Yakni merenungkan kembali apa saja yang telah kita perbuat pada hari-hari sebelumnya di tahun yang akan segera berlalu. Dengan refleksi ini, kita tentu saja berupaya untuk menjadi insan pembelajar dan bersyukur atas nikmat dan karunia yang diberikan oleh Allah SWT.

Seyogianya pula awal tahun tidak dirayakan secara berlebihan. Bahkan, sebenarnya, kalau mau berkontemplasi, tentu kita diajak untuk membangun kesadaran diri apakah sudah melakukan banyak hal positif atau kontribusi terhadap diri sendiri, keluarga, dan lingkungan kemasyarakatan. Bukan hanya meluapkan kegembiraan secara berlebihan dengan hal- hal yang sesungguhnya sia-sia dan berpotensi merugikan diri sendiri atau orang lain.

Bersyukur dan Menjadi Insan Pembelajar

Dalam sebuah proses kontemplasi, kita diajak untuk merenungi hal-hal yang telah berlalu. Mungkin kisah berikut ini setidaknya bisa membuat kita merenung kembali dan mengambil hikmahnya agar bisa menjadi insan pembelajar serta tidak alpa bersyukur kepada Allah SWT. 

Mungkin pernah kita mendengar keluh kesah dan perasaan bahwa Tuhan tidak adil ketika kita sedang didera persoalan atau musibah. Misalnya, seseorang berdoa dan doa tersebut tidak terkabul. Terkadang ada orang yang marah hanya karena doa atau harapannya tidak dikabulkan oleh Tuhan.

Hal ini semestinya tidak perlu terjadi. Anggapan semacam itu harus dibuang jauh-jauh. Sebagai muslim, hendaknya kita selalu percaya dan yakin bahwa setiap doa itu akan dikabulkan oleh-Nya. Sebab, hal ini sesuai dengan janji Allah SWT: ”Mintalah kepadaku niscaya Kuperkenankan bagimu.” (QS Al Mukmin: 60). 

Namun, berdoa itu tidak bisa serampangan atau disalahgunakan untuk hal yang tidak baik. Ada adabnya. 

Ada sebuah pengalaman seseorang yang sempat kecewa karena gagal berangkat ke kampung halamannya di Manado dari Surabaya. Sedianya ia dijadwalkan berangkat pada 1 Januari 2007 dengan maskapai Adam Air. Mendadak ia batal berangkat karena sesuatu hal. Baru keesokan hari ia dapat jadwal penerbangan. Ia sempat menggerutu dengan menyalahkan Tuhan. Sebab, keinginannya untuk liburan Tahun Baru di kampung halaman urung terwujud.

Namun, sore hari tiba-tiba banyak media yang mengekspos berita hilangnya pesawat Adam Air di sekitar Selat Majene, Sulawesi. Kisah ini sangat menyita perhatian khalayak karena pencariannya dilakukan sampai satu bulan! Akhirnya, pada 27 dan 28 Agustus 2007, dua black box Adam Air dapat diangkat dari dasar laut.

Tentu saja orang tadi terkesiap. Bibirnya kelu. Tanpa sadar ia bersyukur tidak jadi naik pesawat yang bakal mengalami musibah tersebut. Ia menyesal karena telah menyalahkan Tuhan.

Kisah semacam ini boleh jadi dialami oleh banyak orang lainnya. Yaitu, rencananya tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan. Akan tetapi, ternyata ada hikmah di balik peristiwa tersebut. Inilah sesungguhnya yang tidak banyak disadari. Sebagian di antara kita terjebak untuk buru- buru menyalahkan keadaan, bahkan Allah.

Allah berfirman, ”Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu. Dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui” (QS Al Baqarah: 216).

Ada sebuah kalimat yang sangat terkenal yang berbunyi: ”Rencana Allah itu indah.” Ya, kita sudah selayaknya berpikir positif akan segala sesuatu yang dialami, tak terkecuali ketika menerima musibah atau sesuatu yang jauh dari harapan. Sebab, bisa jadi hal tersebut membawa hikmah. 

Karena itu, mari menjadi insan pembelajar yang mudah bersyukur bahwa segala sesuatu yang kita alami adalah hal terbaik. Bahkan, dengan bersyukur saja, nikmat itu akan bertambah berlipat-lipat. Percayalah. Sebab, ini adalah janji-Nya dan Sang Mahabenar tidak pernah ingkar janji. Wallahu a’lam bishshawab.

Menjadi Insan Pembelajar