
Mengamalkan Ilmu Untuk Menggapai Ridho Allah SWT
Sebuah fakta yang sangat jelas dalam kehidupan di masyarakat bahwa bagi seseorang yang memiliki kompetensi keilmuan dengan bidang kepakaran yang ditekuni taraf hidupnya menempati posisi lebih, baik tingkat strata sosial maupun ekonominya. Hal ini memperkuat keyakinan bahwa orang yang memiliki bekal ilmu yang cukup akan meraih kebahagiaan.
Maka, patut direnungkan kalimat bijak yang disampaikan ahli ilmu mengatakan ”Barangsiapa yang menginginkan kebahagiaan dunia, maka hendaknya dengan ilmu. Dan barangsiapa yang menginginkan kebahagiaan akhirat, maka hendaknya dengan ilmu. Barangsiapa ingin bahagia keduanya, hendaknya dengan ilmu.” Pesan moral ini sangat populer di kalangan para santri pecinta ilmu.
Ilmu merupakan bekal untuk melakukan sesuatu secara benar serta mengatasi berbagai masalah kehidupan agar lebih mudah. Amanah serta tugas hidup manusia sangat kompleks. Orang yang menguasai ragam ilmu akan memiliki banyak talenta. Dia mempunyai kesempatan yang lebih banyak melaksanakan amanah dan dengan cekatan dapat mengatasi masalah.
Telah menjadi ketentuan Allah Tuhan pencipta manusia bahwa manusia dilahirkan di muka bumi ditugaskan untuk mengatasi berbagai masalah kehidupan. Alam raya dan segala macam isinya diserahkan kepada umat manusia agar dikelola secara baik untuk mewujudkan kemakmuran, keselamatan, kedamaian, dan menebar kasih sayang. Alam juga harus dimanfaatkan secara adil, saling berinteraksi bekerja sama untuk menata kehidupan lebih harmonis. Tugas ini ada di dalam Al-Qur’an yang disebut sebagai khalifah fil ardh (QS Al-Baqarah: 30).
Selain tugas sebagai khalifah fil ardh, manusia juga diberi amanah yang lebih utama, yaitu mengabdi beribadah kepada Allah. Kedua tugas ini diperlukan ilmu. Ilmu yang berfungsi untuk mengatur alam dunia dan ilmu untuk mengantarkan manusia agar dapat beribadah dengan sempurna. Hamba yang ingin bahagia hidupnya di dunia dan akhirat selalu berusaha dan berdoa agar ilmunya semakin bertambah. ”....Dan katakanlah ‘Ya, Rabbku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan” (QS Thaahaa: 114).
Memang orang yang berilmu dengan yang tidak berilmu sangat berbeda. Cakrawala cara berpikir serta wawasan sangat mempengaruhi ketika menghadapi suatu masalah. Begitu pula halnya dalam menunaikan ibadah sehingga ketika menghadapi sesuatu masalah juga akan berbeda.
Allah SWT berfirman, ”Katakanlah adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui” (QS Az Zumar: 9). Di dalam kitab Riyadush Shalikhin bab keutamaan ilmu diterangkan bahwa ayat tersebut berbentuk kalimat interogatif (tanya), tetapi sebenarnya mempunyai arti kalimat peniadaan. Sebab, orang yang berilmu dan orang yang tidak berilmu tidak akan pernah sama. Hanya orang yang cerdas yang dapat mengetahui nilai ilmu, kedudukan, dan keutamaannya.
Orang yang berilmu wawasannya dan pandangannya luas dan tidak mudah tertipu. Segala perilaku, perbuatan, dan tindakannya selalu dipertimbangkan dengan matang. ”Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati semuanya itu akan dimintai pertanggungjawaban” (QS Al Israa’: 36).
Karena perbedaan itulah, orang yang berilmu dengan dasar iman yang kokoh akan dinaikkan derajat dan kedudukannya. ”Allah akan meninggikan derajat orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang memiliki ilmu pengetahuan” (QS Al Mujadillah:11).
Rasulullah SAW mendorong umat manusia agar membekali dirinya dengan menguasai berbagai ilmu. Nabi SAW bersabda, ”Barangsiapa keluar dengan tujuan menuntut ilmu, maka ia berada di jalan Allah sampai ia kembali” (HR Turmudzi).
Para penggemar dan penuntut ilmu akan senantiasa didoakan oleh para malaikat serta seluruh makhluk di muka bumi. Hal ini sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah SAW. Dari Abu Darda, Rasulullah bersabda,
”Barangsiapa menempuh suatu jalan karena menuntut ilmu, maka Allah mempermudah baginya jalan ke surga. Sesungguhnya para malaikat membentangkan sayapnya untuk orang yang menuntut ilmu karena menyenangi perbuatannya. Sesungguhnya orang-orang yang berilmu benar-benar dimintakan ampunan oleh penghuni langit dan bumi, bahkan oleh ikan-ikan di dalam air. Kelebihan orang yang berilmu terhadap ahli ibadah, seperti kelebihan bulan terhadap semua bintang lainnya. Sesungguhnya ulama adalah pewaris para Nabi. Sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan uang, emas dan perak, melainkan mereka hanya mewariskan ilmu. Barangsiapa mengambilnya, maka dia telah mengambil bagian yang melimpah” (HR Abu Dawud dan At Tirmidzi).
Kehidupan di alam raya ini akan terang benderang jika manusia senantiasa bergairah mempelajari, meneliti, serta mengembangkan ilmu pengetahuan secara istiqamah. Dengan syarat, ilmu itu harus didasari dengan iman. Yakin bahwa segala sumber ilmu itu adalah Allah. Ilmunya digunakan sesuai dengan ketentuan Sang Maha Pemilik Ilmu. Semata- mata untuk mendapat ridha-Nya, yaitu meningkatkan kesejahteraan umat manusia secara lahir dan batin.
KH Mudatsir, ulama sepuh dari Madura, mengatakan bahwa ilmu itu punya sifat. Sifat ilmu itu tidak keresanan. Ilmu yang bagaimana? Yaitu ilmu yang tidak diamalkan. Kata bijak ini tentu merujuk pada sabda Rasulullah SAW, ”Dari Abdullah bin ‘Amr bin al’ Ash, Nabi SAW bersabda bahwa sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat” (HR Bukhari).
Keberkahan ilmu yang diamalkan akan terus mengalir kebaikannya baik saat yang bersangkutan masih hidup ataupun setelah meninggalkan dunia ini. ”Apabila anak Adam meninggal dunia, terputuslah amalnya kecuali tiga perkara, yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak salih yang mendoakannya” (HR Muslim).
Penulis : Dr. KH. Umar Jaeni, M.Pd (Direktur Pesantren Al-Quran Nurul Falah)