
Membantu Mengatasi Anak Pemalu
Ibu Ria sangat kagum dengan Adi, anak tetangganya yang baru berumur 3 tahun. Adi adalah seorang anak yang penuh percaya diri, riang dan lincah, tidak pernah takut bertanya ini itu dan dengan mantap menyapa orang yang baru dikenalnya. Kondisi tersebut sangat berbalik jika dibandingkan dengan Ima (3 tahun), anak Ibu Ria. Setiap bertemu orang baru, Ima selalu ingin terus-menerus berada dekat orang tuanya, menyembunyikan diri di balik rok ibunya, tidak mau diajak bicara dan tidak mau melakukan kontak mata. Situasi ini sangat membingungkan Ibu Ria dan tidak jarang ia menjadi malu dan sedikit ”jengkel” dengan perilaku anaknya.
Apakah Anda orang tua yang mengalami hal serupa dengan yang dialami oleh Ibu Ria? Jika iya, apa yang sebaiknya dilakukan orang tua untuk meningkatkan rasa percaya diri pada anak sehingga sifat pemalu pada anak lambat laun menjadi hilang? Lalu apa dampaknya jika anak tidak kunjung memperoleh rasa percaya diri?
Apakah pemalu itu? Para ahli tampaknya memiliki beberapa pandangan yang berbeda tentang perilaku pemalu. Ada ahli yang mengatakan bahwa pemalu adalah suatu sifat bawaan atau karakter yang melekat sejak lahir. Ahli lain mengatakan bahwa pemalu adalah perilaku yang merupakan hasil belajar atau respons terhadap suatu kondisi tertentu. Secara definitif, pemalu sebagai suatu keadaan dalam diri seseorang ketika orang tersebut sangat peduli dengan penilaian orang lain terhadap dirinya dan merasa cemas karena penilaian sosial tersebut sehingga cenderung untuk menarik diri.
Kecenderungan menarik diri ini sudah dimulai sejak masa kanak-kanak, bahkan sejak bayi. Kita dapat melihat ada bayi-bayi yang menangis jika didekati orang atau tidak mau untuk dipegang. Sebaliknya, ada juga bayibayi yang tidak pemalu, mereka membiarkan diri mereka berada dekat orang lain, dan tidak menolak digendong oleh orang yang tidak dikenal.
Swallow (2000), seorang psikiater anak, membuat daftar hal-hal yang biasanya dilakukan/dirasakan oleh anak yang pemalu. Pertama, menghindari kontak mata. Kedua, tidak mau melakukan apa-apa dan terkadang memperlihatkan perilaku mengamuk/temper tantrums (dilakukan untuk melepaskan kecemasannya). Ketiga, tidak banyak bicara, menjawab secukupnya saja seperti “ya”, “tidak”, “tidak tahu”, “halo”. Keempat, tidak mau mengikuti kegiatan-kegiatan di kelas. Kelima, tidak mau meminta pertolongan atau bertanya pada orang yang tidak dikenal. Keenam, mengalami demam panggung (pipi memerah, tangan berkeringat, keringat dingin, bibir terasa kering) di saat-saat tertentu. Ketujuh, menggunakan alasan sakit agar tidak perlu berhubungan dengan orang lain (misalnya agat tidak perlu pergi ke sekolah). Kedelapan, mengalami psikosomatis. Kesembilan, merasa tidak ada yang menyukainya. Kesepuluh, bertemu dengan orang yang baru dikenal. Kesebelas, tampil di depan orang banyak. Kedua belas, situasi baru (misalnya sekolah baru, pindah rumah baru).
Pada dasarnya, pemalu bukanlah hal yang menjadi masalah ataupun dipermasalahkan dan sudah pasti bukan merupakan abnormalitas. Tetapi, masalah justru bisa muncul akibat sifat pemalu. Peribahasa ”malu bertanya sesat di jalan” menggambarkan secara tepat masalah yang dapat muncul karena rasa malu yang ada dalam diri seseorang. Misalnya, ketika berada di rumah teman, tetangga, anak ingin buang air kecil tetapi malu minta izin ke toilet sehingga menahan keinginan buang air yang akhirnya berakibat si anak malah mengompol.
Pemalu juga dapat menjadi masalah jika sifat ini menyebabkan potensi anak menjadi terkubur dan anak tidak berkembang secara optimal sesuai dengan potensinya.
Idealnya, orang tua menerima sifat pemalu anak apa adanya tanpa mempermasalahkannya. Namun, di lain pihak, orang tua diharapkan untuk memampukan anak dalam mengatasi rasa malu sehingga anak merasa kompeten, percaya diri, berkembang sesuai dengan potensi yang ada di dalam dirinya dan mengurangi masalah yang mungkin timbul sebagai akibat sifat pemalu.
Seorang anak yang pemalu tidak terusterusan merasa malu dalam setiap situasi hidupnya. Ada situasi-situasi tertentu yang dapat membuatnya merasa percaya diri. Biasanya, situasi tersebut adalah ketika anak sedang bersama orang tua ataupun anggota keluarga yang ditemuinya setiap hari (tanpa kehadiran orang baru/asing) atau situasi yang stabil, rutin dilalui anak. Kalau orang tua sejak awal sudah mengetahui anaknya pemalu dan ingin mendorongnya agar mampu mengatasi rasa malu tersebut, sebaiknya dari awal itulah usaha orang tua sudah dilakukan. Usaha orang tua sebaiknya merupakan usaha yang bertahap, hari demi hari, sampai akhirnya bertahun-tahun kemudian menampakkan hasilnya, seperti kata pepatah sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit.
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan orang tua untuk membantu anak mengatasi rasa malu, yaitu:
- Orang tua sebaiknya tidak mengolokolok sifat pemalu anak ataupun memperbincangkan sifat pemalunya di depan anak tersebut.
- Mengetahui kesukaan dan potensi anak, lalu mendorongnya untuk berani melakukan hal-hal tertentu, lewat media hobi dan potensi diri.
- Sebaiknya orang tua secara rutin mengajak anak untuk berkunjung ke rumah teman, tetangga atau kerabat dan bermain di sana. Kunjungan sebaiknya dilakukan pada temanteman yang berbeda. Selain secara rutin berkunjung, juga sebaiknya mengundang anak-anak tetangga atau teman-teman sekolah untuk bermain di rumah.
- Lakukan role-playing bersama anak. Misalnya seperti, anak belum tentu berani untuk berbicara pada pelayan toko sekalipun didampingi, maka ketika berada di rumah, orang tua dan anak bisa bermain peran seolah-olah sedang berada di toko dan anak pura-pura berbicara dengan pelayan. Roleplaying dapat dilakukan pada berbagai situasi, berpura-pura di toko, berpura-pura di sekolah, berpura-pura ada di panggung.
- Jadilah contoh buat anak, orang tua tidak hanya mendorong anak untuk percaya diri, tetapi juga menjadi model dari perilaku yang percaya diri. Anak biasanya mengamati dan belajar dari perilaku orang tuanya sendiri.
Apapun usaha yang dilakukan, sebaiknya orang tua tetap mendampingi dan tidak langsung melepaskan anak seorang diri. Anak bisa dibiarkan melakukan seorang diri, jika dilihat rasa percaya dirinya sudah berkembang. (Drs. H. Subiyanto)