Kembali
image
Keislaman

Jalan Tol

2 tahun yang lalu ● Dibaca 242x

Saat membaca atau menyebut “jalan tol” yang terbayang adalah bentang jalan yang lempeng, mulus tanpa hambatan, dan aman dari berbagai gangguan serta nyaman melaju dengan kecepatan setinggi berapa pun yang diinginkan. 

Menempuh perjalanan melewati jalan tol memberikan banyak kemudahan dan kenyaman bagi semua pengendara. Fisik jalan yang lebar, mulus tanpa gundukan, markah dan rambu lalu lintas yang jelas dan lengkap, penerangan dan lampu jalan yang sangat cukup, rasa aman dari berbagai gangguan terjamin dengan baik oleh pengelola jalan, serta keleluasaan untuk memacu kendaraan dengan kecepatan tinggi juga terfasilitasi dengan baik. 

Melintas di jalan tol dengan kecepatan 80 km/ jam rasanya demikian pelan karena kendaraan di belakang silih berganti menyalip dari sisi kiri atau kanan. 

Bahkan, jika melaju di lajur paling kanan merasa terancam, lajur paling kiri menjadi pilihan yang benar dan aman. Tetapi, di lajur inilah perasaan orang menjadi paling culun, minder dan malu, meskipun mobil baru rasanya mobil yang paling jelek, walaupun pengendara adalah orang paling dihormati di lingkungannya, perasaannya menjadi orang paling rendah dan penakut.

Pernah suatu ketika melaju di lajur kiri dan banyak kendaraan yang terus menyalip, anak saya yang duduk di kelas 3 SD nyeletuk, “Pak, jalannya kok pelan?” 

Padahal, speedometer telah melewati angka 80 km. “Ya, Dik... sayang kalau cepat-cepat, kita kan bayar,” jawab saya santai. Memang berat melawan perasaan minder dan rendah diri jika memacu kendaraan berada dalam kecepatan di bawah 100 km/jam. 

Atau sebaliknya, karena saking nyamannya berkendara, indahnya pemandangan di sepanjang perjalanan dan mulusnya lintasan mendorong untuk memacu kendaraan dengan kecepatan tinggi hingga fokus perhatian tidak lagi pada tujuan yang diinginkan. Exit tol yang dimaksud terlewat atau mendadak tersadar pada jarak yang sudah sangat dekat sehingga menimbulkan bahaya dan resiko fatal. Kecepatan tinggi risiko tinggi dan akibat fatal seringkali tidak diindahkan. 

Jalan tol tak ubahnya arena permainan yang Allah SWT gelar untuk manusia di dunia, yang segenap kenyamanan dan kemudahan disediakan. Aneka ragam kesenangan tersedia dengan mudah di masa sekarang. Keberlimpahan nikmat dan kemudahan yang ada mendorong kita untuk bernafsu menikmati sepuas-puasnya hingga mengabaikan keseimbangan, keselamatan, dan nikmatnya tujuan akhir dari perjalanan.

Betapa banyak manusia terpesona dan terlemahkan oleh kenyamanan dan keamanan, yang sebab itu manusia terjerumus ke dalam keadaan yang sulit, bahkan memetik penyesalan yang tak terperi. 

Sungguh mobil bagus dan jalanan mulus bukanlah jaminan untuk memperoleh keselamatan dan kelancaran sampai pada tujuan. Tetaplah di tangan sang pengemudi pengaruh terbesar dalam menentukan hasil akhirnya dengan tetap terus bersandar pada Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Pemurah. 

Maka, kehadiran kesulitan, ketidaknyamanan, atau keterbatasan- keterbatasan sungguh merupakan nikmat besar yang diberikan Allah SWT untuk memaksa kita bersikap hati-hati, belajar lagi, dan terus waspada serta berhitung dalam menghadapi berbagai risiko.

Kemampuan menaksir resiko sering- sering terbentuk karena seringnya menghadapi kesulitan dan berbagai kegagalan. Sikap utama adalah dalam segala kesulitan pasti disertai kemudahan dan setiap kegagalan merupakan awal dari kesuksesan sehingga dengan banyaknya kesulitan kita berhati-hati dan dengan adanya kegagalan terus belajar tiada henti. Ya Allah bika nasta’in wa ‘alaika natawakkalu. (Ustaz Mim Saiful Hadi, M.Pd)  

Jalan Tol