
Harmonisasi Lingkungan
Ada interaksi menarik antara manusia dengan alam. Baik secara biologis maupun secara spiritual dan sosial. Hubungan ini menunjukkan bahwa manusia tidak bisa dilepaskan keterkaitannya dengan lingkungan, alam sekitar.
Secara biologis, manusia tercipta dari tanah,bagian dari alam. Tanah atau bumi menempati posisi nomor wahid dalam kehidupan. Hingga saat ini belum ada tempat yang lebih ideal daripada bumi untuk dijadikan tempat tinggal. Kalaupun NASA melakukan penelitian planet Mars yang konon memiliki keidentikan dengan bumi, namun hal itu belum berhasil.
Dari bumi pula kehidupan ditumbuhkan. Tumbuh-tumbuhan, misalnya, tidak bisa dilepaskan darinya. Sudah menjadi tugas utama bagi manusia sejak awal penciptaannya untuk bersujud dan menjadi khalifah di muka bumi. Oleh karena itu, manusia bertanggung jawab untuk menghidupkan dan memakmurkan bumi.
Akan tetapi, yang perlu diperhatikan juga adalah orientasi menjadi khalifah tidak bisa dilepaskan dari sujud (hubungan spiritual) kepada Allah SWT. Dua alasan utama penciptaan manusia tersebut, bersujud dan menjadi khalifah, secara sepintas dapat dipahami bahwa dalam menjalankan kekhalifahan manusia harus sesuai dengan yang digariskan Allah.
Baik dalam Alquran maupun hadis, pembahasan mengenai alam begitu banyak. Bahkan untuk menggambarkan surga, Allah mengambil unsur-unsur yang ada di alam. Misalnya, sungai-sungai yang mengalir dibawahnya, buah-buahan, dan lain sebagainya. Dalam surat Ibrahim ayat 26, Allah menggambarkan orang yang kafir dengan sebuah pohon yang dicabut sampai ke akar-akarnya.
Selain itu, Allah juga mengimbau agar manusia berpikir dan belajar pada alam. Dari alam manusia menemukan inspirasi sehingga menghasilkan produk atau alat untuk memudahkan kerja manusia. Dengan melihat ikan, Nabi Nuh dapat membuat perahu untuk menampung kaumnya. Dengan melihat capung, manusia bisa menciptakan pesawat. Dengan melihat revolusi bumi terhadap matahari sehingga ditemukan kalender.
Demikian besar dampak alam terhadap kehidupan manusia. Namun, yang perlu diperhatikan pula adalah alam tidak bergerak. Artinya, segala yang terjadi pada alam tidak bisa dipisahkan dari campur tangan manusia. Karena yang mampu bergerak aktif dan memiliki kontrol (akal dan hati nurani) serta wewenang hanya manusia.
Allah berfirman, “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” (QS Ar Rum: 41).
Penulis berpikir, ayat tersebut sudah sangat jelas menunjukkan bahwa peran manusia sangat penting dalam menentukan kondisi alam. Apabila manusia berlaku baik terhadap alam maka akan berdampak positif terhadap manusia. Demikian juga sebaliknya, jika manusia berbuat tidak baik terhadap alam maka akan berdampak negatif pula terhadap manusia itu sendiri.
Ini bukan berarti perlawanan alam terhadap tindakan manusia. Sebab, hubungan alam dengan manusia tidak setara. Hubungan alam dengan manusia seperti subjek dan objek. Yang memiliki akal dan berwenang mengelola alam hanya manusia, bukan selainnya.
Secara sosial, alam ini ada untuk kesejahteraan dan kelangsungan hidup manusia. Sifat serakah seorang individu dapat berakibat pada kerusakan seluruh tatanan, baik alam maupun sosial. Sudah banyak contoh yang dapat disaksikan kerusakan alam yang disebabkan oleh keserakahan.
Sebagai contoh, berdasarkan hasil penelitian yang dipublikasikan oleh Universitas Adelaide, Indonesia masuk dalam peringkat keempat dunia dalam kerusakan lingkungan. Urutannya, Brazil, Amerika Serikat, Tiongkok, baru Indonesia. Tujuh indikator yang dipakai dalam penelitian tersebut adalah penggundulan hutan, pemakaian pupuk kimia, polusi air, emisi karbon, penangkapan ikan, ancaman spesies tumbuhan dan hewan, serta peralihan lahan hijau menjadi lahan komersial.
Isu lingkungan terbaru di Indonesia adalah kebakaran hutan yang menyebabkan kabut asap di beberapa daerah seperti Kalimantan, Sumatera, Malaysia, dan Singapura. Tentunya, kebakaran tersebut tidak mungkin tanpa melibatkan campur tangan manusia. Ada 240 orang tersangka yang berhasil dibekuk oleh Polri sebagai actor pembakaran tersebut (Selasa, 6/10/2015, kompas.com).
Oleh karena itu, sudah waktunya bagi setiap manusia untuk merenungkan kerusakan-kerusakan yang terjadi pada alam akibat ulang tangan manusia sendiri. Alam ada tak pernah menuntut, justru banyak memberikan manfaat. Seyogianya, antara manusia dan alam terjalin hubungan simbiosis mutualisme agar tak selalu terjadi bencana.
“Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang yang berbuat kebaikan. Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa kabar gembira, mendahului kedatangan rahmat-Nya (hujan), sehingga apabila angin itu telah membawa awan mendung, Kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu Kami turunkan hujan di daerah itu. Kemudian Kami tumbuhkan dengan hujan itu berbagai macam buah-buahan. Seperti itulah Kami membangkitkan orang yang telah mati, mudah-mudahan kami mengambil pelajaran. Dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya subur dengan izin Tuhan; dan tanah yang buruk, tanaman-tanamannya yang tumbuh merana. Demikianlah Kami menjelaskan berulang-ulang tanda-tanda (kebesaran Kami) bagi orang-orang yang bersyukur” (QS Al A’raf: 56—58). (eko)