Kembali
image
Keislaman

Guru Ngaji

5 tahun yang lalu ● Dibaca 580x

Berbaris bergerombol gerombol di padang mahsyar, antre untuk mendapat hisab dari Allah Sang Maha Pengadil. Satu di antara rombongan telah usai diisab, kemudian digiring ke depan pintu neraka. Sontak rombongan itu protes kepada para malaikat, mengapa mereka hendak dimasukkan ke dalam neraka. Mereka berteriak serempak, ”Wahai para malaikat, bukankah kami Ketika di dunia adalah ahli Quran. Ke mana pun pergi, selalu Alquran yang kami dakwahkan. Bahkan, setiap hari kami muraja’ah hingga bibir kami capek.”

Malaikat pengawal menjawab, ”Ya, benar, kalian melakukan semua itu. Kami tahu dan tak sedikit pun lewat dalam buku catatan. Tetapi, bukankah waktu hidup kalian berharap dari semua itu untuk mendapat sebutan sebagai ahli Quran? Dan itu sudah kalian dapatkan. Kini tak ada lagi yang kalian miliki. Semua yang kalian minta sudah kalian dapatkan. Saat ini tinggal siksa neraka yang menjadi bagianmu.” Maka, mereka diseret dan dilemparkan ke neraka tanpa ampun.

Itulah narasi bebas yang dinukil dari hadis tentang ikhlas. Yang sering membuat kita terjebak dalam beramal adalah antara ingin menegakkan shalat dan keinginan untuk disebut orang yang menegakkan shalat, berinfak atau ingin disebut ahli infak, ingin berjihad atau ingin disebut mujahid.

Hati setiap manusia tak pernah bohong. Selalu jujur. Sementara nafsu selalu bohong. Mencuri disebutnya sebagai usaha mencari kehidupan. Zina ia katakan sebagai memenuhi kebutuhan hidup. Dorongan nafsu dalam jiwa manusia selalu memunculkan rasa senang, puas, dan bangga, yang karena itu seorang manusia akan mengerjakan banyak hal tak kenal lelah, tak ada nilai yang membatasi.

Setiap perasaan yang ingin mendapatkan sesuatu, meskipun sekadar nama, sebutan atau klaim atas perbuatannya, sungguh ia telah menggugurkan balasan dari Allah. Sebab, tujuannya tidak lagi liwajhillah, tetapi liwajhin naas.

Bila kita telah menjadi guru ngaji selama separuh lebih dari usia kita, pastikan Kembali sang hati masih menjadi panglima dalam jiwa kita. Bila tidak, tak ada lagi harapan yang patut kita gantungkan karena hanya kekecewaan dan siksaan neraka yang amat pasti menanti. Huruf-huruf dan bacaan Alquran menjadi syafaat, tetapi tertalinya pengharapan terhadap gaji, hadiah, bingkisan yang kita terima, itulah yang dengan pasti menggugurkan balasan agung tak ternilai harganya dari Allah Yang Maha kaya. Asta’inu ilaika ya Ilaahiy. (Ustadz Mim Saiful Hadi, M.Pd.)

Guru Ngaji