
Gerakan Islam Mengentaskan Kemiskinan
Kemiskinan menurut Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia (Bappenas RI) adalah situasi serba kekurangan yang terjadi bukan karena dikehendaki seseorang, keluarga, atau masyarakat, melainkan karena tidak dapat dihindari dengan kekuatan yang ada pada mereka. Dengan demikian, uluran tangan berbagai pihak sangat dibutuhkan untuk membebaskan seseorang atau masyarakat dari kemiskinan.
Negara telah memberikan amanat konstitusi dalam UUD 1945 pasal 34, yaitu fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara. Negara telah menyadari bahwa keberadaan kaum fakir miskin sebagai sebuah keniscayaan sehingga negara perlu mengambil peran dalam mengentaskan kemiskinan. Seiring dengan berjalannya waktu sejak Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan perumusan UUD 1945, masalah fakir miskin seolah tidak kunjung terselesaikan.
Umat Islam di Indonesia dengan populasi mayoritas menyadari pula tanggung jawabnya dalam pengentasan kemiskinan. Sejak sebelum Republik Indonesia merdeka, sebagian besar tokoh Islam telah mencurahkan perhatian terhadap upaya pengentasan kemiskinan sebagai bagian dari perintah agama Islam.
Kemiskinan di Indonesia pada masa kolonial diyakini akibat eksploitasi kaum penjajah dalam bentuk tanam paksa, kerja rodi, romusa, perampasan hasil bumi, dan sebagainya. Dalam menyelamatkan rakyat dari kemiskinan pada masa kolonial, beberapa tokoh ulama Islam mengarahkan gerakan dakwahnya untuk pengentasan kemiskinan.
Pesantren-pesantren didirikan sebagai pusat pendidikan dan latihan kemandirian bercocok tanam dan perniagaan. Panti asuhan didirikan untuk menampung anak- anak yatim piatu. Sekolah gratis dan murah didirikan untuk mendidik masyarakat karena kemiskinan diyakini sebagai akibat kebodohan atau minimnya pengetahuan. Rumah sakit dengan nama penolong kesengsaraan umum mampu didirikan oleh umat Islam pada masa kolonial dalam upaya membantu masyarakat miskin mendapatkan pelayanan kesehatan yang gratis dan murah.
Keberadaan kaum miskin bagi umat dipandang sebagai ladang amal dalam melaksanakan perintah Allah SWT dalam surat Al Ma’un ayat 1-7, ”Tahukah kamu orang yang mendustakan agama? Yaitu orang yang menghardik anak yatim dan tidak mendorong memberi makan orang miskin. Maka celakalah orang yang shalat, yaitu orang-orang yang lalai terhadap shalatnya yang berbuat riya dan enggan memberikan bantuan.”
Setelah lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada 17 Agustus 1945, peran negara dalam mengentaskan kemiskinan di Indonesia diharapkan lebih signifikan. Negara diharapkan dapat menjalankan fungsi pengentasan kemiskinan dengan mendorong sektor riil, penyelenggaraan anggaran negara yang memihak rakyat, pembangunan infrastruktur, pelayanan publik dasar seperti birokrasi, pendidikan, kesehatan memihak pada rakyat, dan mendorong pelaksanaan pajak serta zakat untuk memastikan setiap orang mendapat jaminan hidup minimum.
Mengacu pada sistem kenegaraan pada masa kejayaan Islam yang mampu memberikan kesejahteraan negara dan masyarakat fungsi-fungsi tersebut di atas dijalankan dengan baik. Di Indonesia peran negara dan pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan belum banyak dirasakan manfaatnya secara berkelanjutan. Hal ini bila melihat angka kemiskinan yang tidak kunjung berubah dari tahun ke tahun.
Beruntung sekali lagi, umat Islam di Indonesia tidak menyerah dan bergantung pada negara atau pemerintah dalam upaya mengentaskan kemiskinan. Sebagaimana pada masa sebelum kemerdekaan yang mampu membangkitkan semangat kesetiakawanan sosial sebagai bagian dari perintah agama Islam, pada masa kemerdekaan dan pembangunan hingga saat ini tidak pernah padam.
Pada masa kemerdekaan lembaga-lembaga yang ada sebelum kemerdekaan dikelola dengan lebih baik dengan peran serta pemerintah. Lebih fenomenal lagi adalah lahirnya lembaga amil zakat yang dikelola secara profesional sebagai sebuah upaya pengentasan kemiskinan yang tidak ada pada masa prakemerdekaan.
Lembaga-lembaga amil zakat yang lahir dari inisiatif swadaya dan swadaya murni masyarakat tanpa peran pemerintah pada awal pertumbuhannya mampu menjadi buffer atau penyangga masalah kemiskinan.
Setelah pemerintah meresmikan badan amil zakat nasional dan daerah, kesadaran untuk mengelola kegiatan zakat, infak, dan sedekah lebih professional menjadi sebuah tren baru. Mengelola zakat, infak, sedekah, dan wakaf secara berjamaah berpotensi mengatasi masalah kemiskinan dan problem sosial lain secara berkelanjutan.
Kebutuhan dasar masyarakat miskin bukan sekadar sandang dan pangan menjelang Idul Fitri yang ditopang dari penghimpunan zakat fitrah dan zakat maal pada akhir Ramadhan. Akar penyebab kemiskinan terdiri atas minimnya akses pengetahuan, pendidikan, asupan gizi, lingkungan sehat, dan kesehatan jasmani.
Lembaga amil zakat berkepentingan menjaga sumber aliran dana tetap baik dengan memberdayakan para muzaki dan mustahik untuk selanjutnya mampu menjadi sumber penerimaan dana lembaga. Menjadikan kaum miskin berdaya melalui pemberian akses pengetahuan, pendidikan, keterampilan, kesehatan, serta yang paling penting peningkatan kualitas iman-taqwa sebagai bekal utama mengentaskan kemiskinan. Pentingnya mendorong lembaga zakat lebih profesional sebagai upaya mengentaskan kemiskinan bagian dari menjalankan ajaran agama Islam.
Kendati demikian, peran negara dalam menanggulangi penyebab kemiskinan secara struktural masih diharapkan lebih maksimal. Kejahatan manusia terhadap alam, kebakhilan kelompok kaya, eksploitasi manusia atas manusia lain dalam praktik korupsi, kolusi, manipulasi, kesenjangan akses berwirausaha sebagai bahaya laten pemicu kemiskinan struktural yang wajib diselesaikan pemerintah/ negara sebagaimana khalifah Islam dahulu melaksanakannya. (prima kristanto)