Kembali
image
Keislaman

Generasi Milenial ala Salman Al Farisi

5 tahun yang lalu ● Dibaca 2176x

Setiap masa selalu ada era dan momen yang menjadi tonggak perubahan perkembangan peradaban manusia. Dalam sejarah perjalanan bangsa, ada  era yang pernah sangat masyhur seperti era generasi 1928, generasi 1945, generasi 1965, generasi era 1970, dan generasi 1990-an. Tentu saya tidak tahu kirakira pembaca berada di era yang mana. Yang jelas, masing-masing era memiliki karakter dan tantangan yang berbeda-beda.

Saat ini sangat populer  dibincangkan di berbagai tempat, berbagai media dan berbagai situasi tentang era generasi milenial. Milenial dimaknai suatu pengategorian usia yang digolongkan generasi yang lahir di atas tahun 1995 dan sekarang mereka telah memasuki masa remaja dan dewasa. Generasi ini menarik didiskusikan karena mereka memasuki perkembangan perubahan dunia yang  sangat dahsyat di berbagai bidang kehidupan dampak dari perkembangan informasi dan teknologi.

Ciri-ciri generasi ini biasanya mobilitasnya sangat tinggi, tidak sabaran, petualang, dan suka mencoba hal yang baru diketahui. Sifat tersebut sangat baik bila bisa disalurkan dengan hal yang positif dan sebaliknya akan menjadi terpuruk jika tidak mendapat bimbingan yang benar.

Esensi dari suatu masa atau era sesungguhnya terletak pada perubahan apa yang harus dilakukan untuk menuju yang lebih baik. Maka, generasi apa pun eranya bila tidak melakukan perubahan tidak akan berdampak apa pun terhadap diri dan lingkungannya.

Alquran mengingatkan bagaimana gambaran generasi yang akan datang patut disimak. ”Kemudian datanglah setelah mereka pengganti yang jelek yang mengabaikan shalat dan mengikuti hawa nafsunya, maka mereka akan tersesat” (QS Maryam [19]: 59). Ayat ini merupakan informasi yang berisi peringatan sebagai antisipasi supaya generasi milenial tidak terjerumus pada sifat-sifat seperti yang digambarkan dalam Alquran tersebut.

Ada satu figur contoh anak muda yang patut ditiru oleh generasi milenial saat ini, yaitu sahabat Nabi SAW yang bernama Salman Al Farisi. Sebelum berkenalan dengan Rasulullah SAW, Salman merupakan putra bangsawan seorang tokoh dari Persia.

Anak muda ini berbeda pandangan dengan orang tuanya tentang masalah keyakinan keagamaan. Zoroaster adalah keyakinan orang tuanya, yaitu agama yang menyembah matahari. Salman muda tidak cocok dengan kepercayaan itu lalu ia meninggalkan kampung halamannya untuk mencari kebenaran. Dengan berbagai liku-liku dan tantangan yang sangat berat serta risiko yang sangat menyakitkan dalam pengembaraannya, sampailah suatu saat pemuda yang dikenal sangat tampan itu berjumpa dengan Nabi Muhammad di Madinah.

Atas bimbingan Rasulullah dan ditambah dengan modal kecerdasan yang dimilikinya, Salman menjadi sahabat Nabi yang sangat andal dan sukses. Namanya sampai sekarang masih sangat terngiang di kalangan umat Islam.

Salman berhasil dalam memperjuangkan keyakinannya itu sehingga menjadi sukses. Sebab, dia senantiasa berpegang teguh pada pendiriannya dan gigih dalam mencari kebenaran. Dia fokus dan istiqamah menuju cita-cita yang diyakini benar. Salman tidak tergoda oleh situasi yang akan membawa ke arah yang akan membelokkan tujuannya. Salman kaya akan inovasi dalam memperjuangkan Islam.    

Belajar dari perjalanan Salman Al Farisi, ternyata dapat diambil pelajaran bahwa era apa pun yang akan terjadi bila seseorang tersebut berkualitas pasti akan mendapatkan tempat yang layak. Dalam hal ini, Sayidina Ali ra mengatakan bahwa barangsiapa yang sering melakukan sesuatu maka ia ahli sesuatu. Dalam konteks sekarang, untuk menjadi seorang yang kompeten di bidangnya, dia harus banyak berlatih mengembangkan keahliannya sehingga menjadi profesional. Pada gilirannya, dia akan dikenal oleh masyarakat luas tentang keahliannya itu. Atas rida Allah, semoga para generasi milenial dapat meniru pahlawan umat sifat dan karakter Salman Al Farisi yang agung. (Oleh Drs. H. Umar Jaeni, M.Pd - Ketua Yayasan Nurul Falah)

Generasi Milenial ala Salman Al Farisi