Kembali
image
Keislaman

Esensi Kurban Idul Adha dalam Kehidupan

4 tahun yang lalu ● Dibaca 2929x

Di setiap detik peristiwa yang terjadi di alam semesta tak pernah lekang oleh makna dan apa yang dapat di petik dari hal tersebut. Peristiwa besar yang menjadi tradisi tahunan di Hari Raya Idul Adha merupakan momentum untuk saling bertukar kasih dan menghargai antar umat di seluruh dunia.

Dalam perayaan ini, banyak umat berbondong-bondong untuk berlaku syukur dan menunjukkan ketaqwaannya pada Sang Khaliq dengan berkurban. Sejarah dan keutamaan berkurban memang layak untuk menjadi acuan umat supaya terus berbuat kebaikan pada sesama.

Menilik Sejarah Kurban dan Esensinya dalam Kehidupan

Sebuah peristiwa sakral yang hingga kini masih menjadi ritual, mengharuskan umat untuk menolak lupa akan sejarah. Kisah-kisah para pendahulu menjadi tolak ukur manusia untuk belajar menjadi manusia yang lebih baik lagi.

Sejarah berkurban yang digaung-gaungkan pada khutbah atau dijelaskan di sekolah memang tidak jauh dari kisah pada masa Nabi Adam dan Nabi Ibrahim. Lantas jika mengaca pada sejarah berkurban, apa yang kira-kira muncul dalam benak akan esensinya?

1. Sejarah Kurban di Zaman Nabi Adam

Praktek kurban memanglah tidak lepas dari kisah manusia paling terdahulu yakni dua anak Nabi Adam yang bernama Qabil dan Habil. Tercetusnya himbauan berkurban ini dilandasi oleh pertentangan mereka akan siapa yang lebih pantas menjadi pasangan Iqlima, anak perempuan Nabi Adam. Dalam menangani perselisihan itu, Nabi Adam mencoba bersikap adil dan bijak dengan menyuruh mereka untuk berkurban.

Sebagai seorang penggembala, Habil memberikan dombanya yang paling gemuk untuk dikurbankan atas nama Allah. Sementara Qabil yang bekerja sebagai petani memberikan gandumnya yang paling keping atau jelek. Kedua persembahan itu di taruh di atas bukit, kemudian domba Habil terlalap habis oleh api dan gandum Qabil masih utuh.

Berdasarkan kisah itu, alih-alih keduanya terlalap habis mengapa hanya domba gemuk saja yang diterima?

Maka, diceritakan dalam QS. Al-Maidah ayat 27 bahwa diterima tidaknya persembahan kurban seorang hamba itu tergantung pada niatnya. Ketika itu, dalam hati Qabil, dia berencana untuk membunuh Habil dan terjadilah itu yang menjadi sejarah pembunuhan manusia pertama.

Sedangkan dalam hati Habil hanya ada keikhlasan dan ketaqwaannya pada Allah SWT. Jadi, memang ibadah kurban ini adalah ibadah yang dilaksanakan sebagai bentuk rasa syukur akan nikmat dan bukti ketaqwaan seorang hamba kepada Tuhannya.

2. Kisah Kurban pada masa Nabi Ibrahim

Pada generasi berikutnya, praktek kurban kembali terjadi pada masa Nabi Ibrahim AS. Pada sejarah kurban ini perintah akan puasa sunah Tarwiyah dan Arafah dimulai.

Dalam sejarahnya, pada tanggal 8 dzulhijjah Nabi Ibrahim mendapatkan mimpi yang merupakan wasilah dari Allah. Beliau diperintahkan untuk menyembelih anak kesayangannya, Nabi Ismail AS.

Mendapat mimpi itu tentu kegundahan menyelimuti hati Nabi Ibrahim, sehingga beliau hanya melamun seharian. Maka tanggal 8 dzulhijjah itu dinamakan tarwiyah yang memiliki arti perenungan.

Kegundahan itu terus berlangsung hingga malam hari 9 dzulhijjah dan Nabi Ibrahim kembali bermimpi dan benar-benar memperoleh perintah dari Allah dengan jelas untuk menyembelih Nabi Ismail.

Pada hari itu dinamai dengan hari Arafah lantaran Nabi Ibrahim memperoleh pengetahuannya bahwa perintah tersebut memang benar dan nyata. Berdasar akan ketaatan bapak dan anak itu pada Allah SWT. maka keesokan harinya Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail berangkat menuju tanah lapang untuk melaksanakan perintah tersebut.

Walaupun dengan hati yang sedih dan perasaan merana, Nabi Ibrahim mampu tabah lantaran Nabi Ismail mengaku ikhlas untuk dikurbankan atas nama Allah. Saat proses kurban akan dilangsungkan, Allah mengganti Nabi Ismail dengan domba yang gemuk.

Setelah peristiwa itu, Nabi Ibrahim kemudian mendapatkan gelar “Khalilullah” yang berarti kekasih Allah. Selain itu, beliau pun dianugerahi dengan keturunannya yang kebanyakan adalah seorang utusan.

Menilik akan sejarah di atas, tentu tidak akan lepas oleh nilai-nilai yang dapat dipetik dan diteladani oleh umat setelahnya. Praktek kurban dalam sejarah Nabi Ibrahim ini mengandung pelajaran tentang bagaimana beliau mampu terlepas dari jeratan hawa nafsu. Dalam cerita itu, Nabi Ismail adalah nafsu, kecintaan Nabi Ibrahim pada anaknya yang bisa saja membuatnya terjerumus jika tidak memiliki kecintaan yang kuat kepada Allah.

Begitu juga dengan peristiwa digantinya Nabi Ismail dengan domba itu mengandung makna akan kemanusiaan. Ini membuktikan bahwa agama Islam sangat menjunjung tinggi hak asasi manusia dan hak hidup seseorang. Setiap manusia memiliki hak hidup yang tidak ada seorangpun atas alasan apa pun berhak untuk mengambilnya dengan paksa maupun sukarela.

Keutamaan Ibadah Kurban

Keikhlasan dan pengorbanan para Nabi terdahulu tidak boleh berhenti. Sejarah kurban bukanlah sekedar dongeng belaka, melainkan hal itu menjadi pengingat dan rujukan kisah inspiratif bagi seluruh insan di muka bumi. Meresapi hikmah dari kisah kurban, mendorong manusia untuk melakukan hal serupa sebagaimana mereka mengemban tanggung jawab sebagai seorang muslim.

1. Keutamaan Qurban Dalam Hubungan Kepada Allah (Habluminallah)

Berkurban membawa hikmah besar dalam hubungan kita sebagai insan dunia untuk selalu dekat dengan pemilik semesta alam.

Memang tak dapat dipungkiri jika kadar ketaqwaan kepada Sang Pencipta sangatlah beragam. Manusia diperintahkan untuk berlomba-lomba dalam kebaikan, sehingga mereka selalu berupaya untuk menjadi yang paling bertaqwa.

Taqwa bermakna taat kepada perintah Allah SWT secara ikhlas dari lubuk hati yang paling dalam. Lalu, apa yang akan terjadi jika ketaqwaan tersebut telah melekat pada kepribadian seseorang? Niscaya kebaikan dan kedekatan itu akan selalu berjalan seiring langkahnya di manapun dan kapanpun. 

Ketaqwaan selalu membawa ketentraman jiwa, kebaikan demi kebaikan terpancar dalam tingkah laku keseharian, termasuk kesediaan menyembelih kurban merupakan perilaku taqwa dan ikhlas menjalankan ibadah.

Menyebut asma Allah, merupakan aspek dzikir esensi kehidupan sebagaimana lafal “Allah Bi Dzikrillah Tatmainul Qulub” bermakna, “Ketauhilah dengan mengingat Allah, teranglah hati kita”. 

2. Keutamaan Qurban Hubungan Sesama Manusia (Habluminannas)

Hikmah berkurban dalam hubungan manusia membangun hubungan sesama saudara, sejawat antara satu dengan lain. Oleh karena itu, berkurban menjadi alternatif umat sebagai langkah untuk membunuh rasa egois yang tertanam dalam diri.

Kurban adalah ibadah seluas menyebar mutiara di lautan, tersebar luas dan terus tersebar tak terbatas berapa banyak jumlah kebaikan. Karena, kebaikan kurban tidak hanya sekedar menyembelih hewan untuk melakukan ibadah, tetapi juga berkurban mengajarkan seseorang untuk mengingat semua saudara sesamanya.

Dengan berkurban tidak hanya mengajarkan akan pentingnya hidup berbagi, tetapi juga kembali lagi untuk beribadah ikhlas kepada Allah SWT. Kebaikan demi kebaikan yang telah disebarkan melalui kurban sebetulnya akan kembali kepada penyebar kebaikan sebagai manusia yang bertugas menjadi khalifah di muka bumi.

Esensi Kurban Idul Adha dalam Kehidupan