
Covid 19
Dalam keadaan seperti ini, ketika rasa takut dan khawatir mencekam, melanda hampir setiap orang di seluruh pelosok bumi ini dan berita-berita tentang keganasan virus covid-19 terus diperbarui setiap detik di seluruh kanal berita dunia.
Berita-berita yang di-update di satu sisi memberi pengetahuan yang penting sebagai dasar pengambilan keputusan atau tindakan, tetapi di sisi lain menambah kepanikan yang tersebar secara massif sehingga rasa takut menyebar melebihi sebaran berita itu sendiri.
Saya teringat kisah lama seorang kawan mengalami rasa takut yang sangat mencekam, yaitu ketika dalam sebuah penerbangan di salah satu daerah di Kalimantan. Tipe pesawat yang ditumpangi berjenis kecil, berbaling-baling luar. Ketika baru beberapa menit lepas landas, sang pilot mengumumkan bahwa pesawat akan kembali ke landasan karena ada kerusakan pada mesin pesawat. Kontan seluruh penumpang terdiam, wajahnya menegang dan mulutnya berkomat-kamit mengucapkan beragam doa.
Ada seorang penumpang, laki-laki berumur sekitar 50 tahun, tampak sangat gelisah. Kawan saya yang saat itu duduk di sebelahnya bercerita. Ia menyaksikan dengan jelas ketegangan dan kegelisahan bapak yang duduk di sebelahnya. Dia ingin berdiri mengambil tas kopernya yang disimpan dalam bagasi kabin, tetapi tidak mungkin dilakukan, karena diumumkan agar tidak seorang pun penumpang boleh meninggal tempat duduknya, dan mengunci rapat safety belt-nya. Bahkan, seorang pramugari mengingatkan dengan keras, ketika ia membuka sabuk pengaman dan hendak berdiri “Bapak! Duduk! Pasang safety belt Anda, ini darurat!” teriak pramugari melalui mikrofon dari ruang pantau. Rona pucat tampak jelas menyelimuti seluruh lekuk wajahnya, pakaiannya yang rapi dan bermerek tak bisa menutupi kekhawatirannya yang sangat mendalam.
Lima menit menjelang landing ada pemberitahuan dari pilot bahwa akan dilakukan pendaratan darurat. Karena itu, semua penumpang mengikuti prosedur kedaruratan, tidak seorang penumpang diizinkan untuk mengambil barang di kabin. Begitu pesawat mendarat, semua penumpang langsung bergerak cepat menuju pintu keluar dan berlari sekencang-kencangnya menjauhi pesawat.
Bapak yang di sebelah kawan saya tadi tampak semakin lemas, “Mas, tolong, saya nanti ikut sampean ya,” ucapnya memelas. “Ya Pak, nggak apa-apa ikut saya saja,” ucap kawan saya meyakinkan.
Begitu pesawat landing dan berhenti sempurna, semua pintu, termasuk pintu darurat dibuka, semua penumpang berdiri, bergerak cepat dan berlari kencang. Dalam hitungan tidak lebih dari tiga menit, bum, pesawat meledak, bagian ekornya luluh dan badan pesawat patah menjadi dua.
Bapak yang dekat dengan kawan saya tadi begitu mendengar ledakan pesawat langsung tersungkur pingsan. Untungnya, kawan saya berhasil menangkapnya dan ia mendampingi sampai rumah sakit hingga siuman. Sambil menunggu kerabatnya datang, ia bercerita sejenak bahwa dirinya meninggalkan uang dalam kopernya di kabin dengan jumlah yang banyak.
Dia tak kuasa menanyakan perihal uangnya pada petugas karena ia merasa bisa selamat sudah dianggap sebagai harga yang tidak ternilai “Baru kali ini Mas saya merasakan bahwa benar harta kekayaan berapa pun besarnya tidak ada nilainya dibanding dengan keselamatan. Tuhan benarbenar sayang pada saya,” ucapnya sambil memegang erat tangan kawan saya. (Oleh : Ustadz H. Mim Saiful Hadi, M.Pd)