Kembali
image
Keislaman

Belajar Kehidupan pada Yadikun

2 tahun yang lalu ● Dibaca 144x

Namanya Yadikun. Seorang rakyat kecil berpendidikan SD. Yadikun remaja dibesarkan di lingkungan keluarga yang berada pada strata ekonomi level bawah. Demi meringankan beban orang tua, ia menjalani kehidupan sebagai pedagang kue di kotanya, Semarang. 

Namun, jangan samakan Yadikun dengan teman-temannya sesama pedagang kue. Jika mereka lebih memilih membelanjakan pendapatannya untuk membeli rokok, Yadikun memilih berinvestasi. Awalnya, ia membeli kambing dari hasil kerjanya. Setelah banyak, ia jual kambing-kambingnya dan kemudian membeli sapi. 

Alhasil, jerih payah Yadikun berbuah manis. Yadikun mengalami peningkatan level ekonomi. Kini ia dikenal sebagai juragan sapi dan petani dengan lahan pertanian luas. Ia juga satu-satunya warga di kampungnya yang mampu membeli sebuah mobil berkelas. Ia pun mampu menyekolahkan anaknya di Fakultas Kedokteran. 

Kisah yang termuat dalam buku FSQ (Financial Spiritual Quotient) karya Iman Supriyono ini memberi pelajaran kehidupan. Yadikun adalah contoh manusia progresif, bukan tipe manusia yang hanya bisa pasrah nrimo ing pandum, membiarkan kesejahteraan hanya menjadi impian indah tanpa adanya aksi untuk mewujudkannya. 

Perjuangan seorang Yadikun jelas sejalan dengan konsep Islam. Islam bukan agama yang mengajarkan kemalasan, bukan agama yang menghendaki umatnya hanya sanggup berangan-angan, berwacana, atau hanya bisa memanjatkan doa. Islam adalah jalan hidup bagi kaum pejuang, baik berjuang dalam doa maupun dalam bentuk aksi nyata. 

Manusia terbaik sepanjang zaman, Rasulullah Muhammad SAW, juga tak luput dari perintah berjuang keras. Awalnya, wahyu yang turun adalah lima ayat pertama surat Al Alaq. Dari sinilah Rasulullah membekali diri dengan belajar, terutama mempelajari kondisi umat di zaman jahiliah. 

Setelah pembekalan dipandang cukup, turunlah perintah untuk melakukan aksi nyata melalui surat Al Muddatstsir: ”Hai orang-orang yang berkemul. Bangunlah, lalu beri peringatan!” Turunnya perintah ini mengindikasikan bahwa Islam tidak menginginkan Rasulullah dan umatnya hanya bisa merasa prihatin dengan keterpurukan atau mengatakan seharusnya begini begitu. Islam menuntut adanya aksi nyata dengan bergerak maju dan bekerja keras hingga mencapai kejayaan. 

Dalam konsep FSQ ala Iman Suriyono yang juga konsultan keuangan di lembaga SNF Consulting, kerja nyata merupakan anak tangga pertama untuk menuju puncak berupa visi paripurna dan visi finansial. Kerjakan apa saja yang penting tidak bernilai dosa dan tidak meminta-minta. Inilah syarat untuk menuju FQ level 1. 

Bagaimana dengan kita sebagai bagian dari umat Islam di Indonesia saat ini? Rasanya kita pantas merasa malu kepada orang seperti Yadikun. Sebagai sesama orang yang mengaku umat Muhammad Rasulullah, ternyata Yadikun lebih memiliki etos kerja sebagaimana dicontohkan Rasulullah bersama para sahabat. 

Mungkin saat itu Yadikun juga belum tahu kisah kejayaan Islam di berbagai benua namun terbukti ia lebih mampu daripada kita dalam menapaktilasi semangat juang generasi Islam saat itu. Mungkin pula saat itu Yadikun belum mengenal semboyan man jadda wajada, namun ia lebih mampu menunjukkan kesungguh- sungguhan sebagai jalan menuju kesuksesan. 

Sementara kita yang pendidikannya lebih tinggi masih terjerat kemalasan, gengsi, juga ketidakpedulian. Meminjam istilah almarhum KH Zainudin M.Z., kita masih sering berperilaku seperti calo terminal yang berteriak-teriak menawarkan kepada siapa pun untuk menjadi penumpang angkutan, sementara dia sendiri tetap saja di terminal alias tidak ke mana-mana. 

Jadi, mau ke mana kita selanjutnya? Terus berdiri di menara gading atau keluar dari zona nyaman dan kemudian berjuang membangun kejayaan?