
Zakat sebagai Pembersih Harta dan Jiwa
Menunaikan zakat merupakan rukun Islam yang ketiga, bersamaan dengan rukun lain yaitu mengucapkan dua kalimat syahadat, mendirikan shalat, berpuasa pada bulan ramadhan dan pergi haji bagi yang mampu. Sebagai umat Islam, tentu kita wajib untuk menunaikan rukun Islam sebagai wujud dari ketauhidan kita.
Secara bahasa kata zakat memiliki arti suci, bersih, dan tumbuh. Menurut syara’, dirumuskan oleh Abd. Salam bahwa zakat merupakan kadar tertentu dari harta kekayaan yang wajib disetorkan ke Baitul Mal untuk didistribusikan kepada para mustahiq (yang berhak menerima) nya”.
Hal ini didasarkan pada surat At-Taubah ayat 103 yang artinya: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa itu (menjadi) ketentraman bagi jiwa mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.
Dari ayat tersebut dapat kita ketahui bersama bahwa dengan mengeluarkan zakat berarti telah mensucikan harta. Maksud dari mensucikan harta muzakki (orang yang dikenai kewajiban membayar zakat) adalah bersih dari adanya hak orang lain dalam harta yang dimiliki.
Sehingga selama zakat belum dibayarkan, maka selama itu pula didalam hartanya masih tercampur hak-hak orang lain. Jika ia mengeluarkan zakat dari hartanya tersebut, maka hartanya telah bersih.
Hal ini menekankan bahwa pembersihan harta ini bukan berarti harta haram kemudian dizakatkan supaya suci/halal, tetapi bermakna bagi yang kewajiban berzakat untuk menunaikannya agar tidak ada hak orang lain di dalam hartanya. Tentu saja, harta yang dizakatkan haruslah harta yang halal.
Harta yang telah bersih dari adanya hak orang lain menjadikan harta yang dimiliki semakin berkah. Pada hakikatnya, zakat bukan hanya membersihkan harta, tetapi jauh dari itu zakat juga untuk membersihkan jiwa. Zakat memiliki fungsi sebagai sarana membersihkan dan mensucikan diri dari kotornya tabiat rakus dan sifat kikir dari pemilik harta.
Mensucikan hati dari sifat ketamakan dan cinta yang berlebihan terhadap dunia. Hal tersebut dikarenakan zakat adalah wujud iman kita kepada Allah SWT. Dengan iman yang semakin meningkat maka akan dimudahkan oleh Allah untuk bisa istiqamah dalam menjalankan kebaikankebaikan sesuai syariat.
Selain itu, zakat bukan hanya kolerasi secara vertikal dengan Allah atau habluminallah, tetapi juga memiliki aspek hubungannya dengan sesama manusia atau habluminannas.
Yaitu dengan menunaikan zakat berarti membantu, menolong dan membina kaum dhuafa maupun mustahiq lainnya kearah kehidupannya yang lebih baik dan lebih sejahtera, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan layak, dapat beribadah kepada Allah SWT, terhindar dari bahaya kekufuran, sekaligus memberantas sifat iri, dengki dan hasad yang mungkin timbul ketika mereka (orang-orang yang miskin) melihat orang kaya yang bercukupan hidupnya tidak memperdulikan mereka.
Dengan begitu diharapkan terwujudnya keseimbangan dalam kepemilikan distribusi harta, sehingga diharapkan akan lahir masyarakat yang makmur dan saling mencintai di atas prinsip ukhuwah Islamiyyah. (Yeni Novitasari, Volunteer Ramadhan)