Kembali
image
Keislaman

Ibadah dari Hati, Raih Pahala Mengalir Tiada Henti

setahun yang lalu ● Dibaca 225x

Kewajiban asasi dari setiap orang Muslim adalah Ibadah. Ibadah termasuk upaya untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, sekaligus meraih keridhaan-Nya. Namun, tidak setiap insan yang melakukan ibadah dilandasi dengan ketulusan dan keikhlasan. Sebab, ketulusan dan keikhlasan itulah yang menjadi penentu diterima tidaknya suatu amal. 

Ibadah yang diterima oleh Allah adalah ibadah yang dilakukan secara ikhlas dari hatinya. Hanya berharap mendapatkan ridha Allah semata, bukan untuk tujuan duniawi. Meskipun memiliki hati yang ikhlas dalam beribadah, seorang insan juga harus bisa menyeimbangkan dengan kebermanfaatannya untuk orang-orang yang ada di sekitar. Jadi, harus seimbang antara beribadah kepada Allah dengan menebar kebermanfaatan untuk orang lain. 

اِنْ اَحْسَنْتُمْ اَحْسَنْتُمْ لِاَنْفُسِكُمْ ۗوَاِنْ اَسَأْتُمْ فَلَهَاۗ فَاِذَا جَاۤءَ وَعْدُ الْاٰخِرَةِ لِيَسٗۤـُٔوْا وُجُوْهَكُمْ وَلِيَدْخُلُوا الْمَسْجِدَ كَمَا دَخَلُوْهُ اَوَّلَ مَرَّةٍ وَّلِيُتَبِّرُوْا مَا عَلَوْا تَتْبِيْرًا

“Jika berbuat baik, (berarti) kamu telah berbuat baik untuk dirimu sendiri. Jika kamu berbuat jahat, (kerugian dari kejahatan) itu kembali kepada dirimu sendiri. Apabila datang saat (kerusakan) yang kedua, (Kami bangkitkan musuhmu) untuk menyuramkan wajahmu, untuk memasuki masjid (Baitulmaqdis) sebagaimana memasukinya ketika pertama kali, dan untuk membinasakan apa saja yang mereka kuasai.” (QS. Al-Isra’ [17]: 7)

Dalam ayat di atas dijelaskan bahwa jika manusia berbuat baik, maka kebaikan atau kebajikan itu akan dirasakannya sendiri. Namun, jika manusia berbuat jahat, maka perbuatan jahat itu akan dirasakannya sendiri juga. Kebaikan dan kejahatan yang dilakukan manusia di dunia, hasilnya tidak hanya diperoleh di dunia saja, melainkan juga di akhirat. Maka dari itu, marilah kita berlomba-lomba untuk berbuat baik agar bisa membagi kebahagiaan yang kita rasakan untuk orang lain juga.

وَمَآ اُمِرُوْٓا اِلَّا لِيَعْبُدُوا اللّٰهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ ەۙ حُنَفَاۤءَ وَيُقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَيُؤْتُوا الزَّكٰوةَ وَذٰلِكَ دِيْنُ الْقَيِّمَةِۗ

“Mereka tidak diperintah, kecuali untuk menyembah Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya lagi hanif (istikamah), melaksanakan shalat, dan menunaikan zakat. Itulah agama yang lurus (benar).” (QS. Al-Bayyinah [98]: 5)

Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa Allah secara tegas memberitahukan arti ikhlas untuk beribadah kepada-Nya. Secara tulus sebagai seorang hamba untuk memohon ampunan, perlindungan, dan keridhaan dari Allah SWT. Implementasi dari wujud ikhlas dalam ibadah ialah harus dipraktikkan pada kehidupan sehari-hari. Tujuannya ialah agar menjadi terbiasa dan amal ibadah yang telah dilakukan diterima oleh Allah SWT.

Secara jelas dapat diketahui bahwa keikhlasan dalam beribadah itu berdasarkan niatnya. Maka dari itu, kita sebagai umat Muslim harus mulai membenahi niat sebelum melakukan apapun. Sebab, ibadah di sini tidak hanya salat, puasa, atau zakat saja. Melainkan, perbuatan baik ke orang lain juga termasuk ke dalam ibadah. Semua hal yang kita lakukan di dunia akan disaksikan secara langsung oleh Allah dengan kekuasaannya sebagai Maha Mengetahui dan Maha Melihat. 

Oleh karena itu, marilah kita senantiasa memperbaiki niat secara ikhlas dan tulus dari hati sebelum melakukan aktivitas apapun. Agar terdapat keikhlasan dalam ibadah yang kita jalani. Jangan terlalu tergiur dengan hal-hal yang sifatnya duniawi. Sebab, apapun yang berhubungan duniawi sifatnya itu hanya sementara. Sedangkan, jika kita berfokus untuk niat yang mengharap ridha Allah, semuanya itu sifatnya kekal.

Yakinlah bahwa pahala yang diberikan oleh Allah kepada setiap hanya-Nya yang memiliki keikhlasan tidak akan terputus. Pahala itu akan terus mengalir, baik di dunia maupun di akhirat kelak. Selain itu, hal lain yang dapat dirasakan adalah ketenangan dalam menjalani hidup. Hal itu akan membuat kita senantiasa berhusnudzon kepada Allah mengenai hal-hal yang berhubungan dengan duniawi.