Kembali
image
Keislaman

Bahaya Tamak Dunia

3 tahun yang lalu ● Dibaca 1277x

Menurut istilah, tamak adalah cinta kepada dunia (harta) terlalu berlebihan tanpa memperhatikan aspek hukum. Dari sini dikhawatirkan bahwa insan yang punya karakter tamak dapat terjerumus dalam kekeliruan yang membahayakan, yaitu mengabaikan aspek haram dalam proses memperoleh harta demi kemauan nafsunya.

Di antara indikasi orang memiliki karakter tamak adalah: Terlalu semangat dalam mencari harta dan terlalu menyayangi harta yang telah dimilikinya itu.

Semua insan sadar bahwa sifat “terlalu” itu bakal bisa menggerus sisi lain dalam perhatiannya, artinya di satu sisi seorang insan sangat cinta dan di sisi lain dia sangat benci atau melalaikan terhadap sesuatu.

Sebagai contoh kejadian pada zaman Nabi SAW ketika jamaah sedang asyik menunaikan ibadah shalat Jumat dengan rangkaian khotbahnya, tiba-tiba jamaah tersebut bubar keluar dari masjid menuju arena bisnis. Mereka melakukan trsnsaksi dengan pedagang besar grosir tempat kulakan. Mereka mengambil dagangan untuk dijual ke masyarakat dengan harapan mendapat laba.

Mereka terlalu cinta dunia sehingga dengan mudahnya mereka meninggalkan dan melalaikan Allah SWT meski mereka sedang di dalam rumah-Nya, mereka tinggalkan tatap muka dengan-Nya demi bisnisnya. Mereka terlalu cinta harta dan meninggalkan Allah yang memberinya hidup bernyawa. Jika Allah saja dilupakan, apalagi anak yatim, anak dhuafa, orang tua jompo, guru ngaji di daerah terpencil dan memerlukan bantuan modal dakwah, dan seterusnya. Sungguh terlalu cinta harta memang dapat membuat insan berbahaya sebagaimana dijelaskan Nabi SAW bahwa ada insan yang terkena penyakit “wahn”, yaitu “cinta dunia dan takut mati”.

Berat hati mengeluarkan harta untuk kepentingan di luar dirinya meski untuk kepentingan agama.

Ada insan seperti ini sebab di pikirannya telah ter-branding dengan menyangka bahwa harta adalah eksistensi diri bahkan melanggengkan kehidupannya (sari QS Al Humazah). Ada yang dia lupakan bahwa di ahirat nanti banyak insan yang kecewa dan tidak sanggup menghadapi audit Allah terkait harta yang pernah ditipkan oleh Allah kepadanya. Bahkan, ada di antara mereka yang minta kepada Allah untuk dikembalikan ke dunia dengan tujuan ingin bersedekah, sedangkan hal itu tidak mungkin terjadi (sari QS Al Munafiqun [63]: 9-10).

Sulit merasa puas terhadap harta yang dimilikinya.

Apa pun indikasinya, penyandang tamak memang bisa terbelenggu dengan berbagai hal negatif dan ketidakpuasan terhadap harta yang telah dimilikinya. Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Nabi SAW menjelaskan bahwa orang yang tidak puas dengan apa yang telah dimiliki ibaratnya adalah orang tersebut diberi satu danau emas pun masih minta dua, tiga, dan seterusnya, maka nafsunya tidak akan puas hingga kematiannya.

Allah menjelaskan dalam Al-Qur’an: “Dan sungguh kamu akan mendapati mereka, manusia yang paling loba kepada kehidupan (di dunia), bahkan (lebih loba lagi) dari orang- orang musyrik. Masing-masing mereka ingin agar diberi umur seribu tahun, padahal umur panjang itu sekali-kali tidak akan menjauhkannya daripada siksa. Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan” (QS Al-Baqarah: 96)

Di antara akhlakul karimah menurut Imam Ghazali adalah “tidak tamak”. Artinya tidak membiasakan diri berharap mendapatkan pemberian orang lain. Tetapi, ketika ada pihak lain yang memberinya, ia bisa menerima pemberian itu sebagaimana adanya tanpa menuntut lebih, lalu mensyukurinya tanpa mempersoalkan kuantitas ataupun kualitasnya.

Mensyukuri segala nikmat yang telah diberikan oleh Allah Swt. besar dan kecil itu relatif. Agar terhindar dari sifat tamak kita bisa belajar untuk lebih dekat dengan Allah, dengan cara melakukan perintahnya dan menjauhi larangannya. Berbuat baik kepada seseorang, kita belajar tentang keikhlasan kepada guru ngaji Al-Quran, yang terus ikhlas mengajarkan Al-Quran kepada generasi bangsa. 

Bersama dalam perjuangan Al-Qur’an Nurul Falah, semoga Allah SWT membahagiakan kita semua di dunia, di alam kubur, dan di akhirat nanti. Aamiin yaa Rabbana.